Sebenarnya ada kelebihan dan kekurangan antara sekolah swasta dan sekolah negeri.
Kelebihan daripada sekolah negeri dibanding dengan sekolah swasta terutama ada pada segi finansialnya. Institusi pendidikan yang berpredikat negeri biayanya lebih rendah, baik untuk biaya masuk maupun biaya SPP nya. Mengapa demikian, secara rasional hal tersebut masuk akal sebab sekolah negeri memperoleh subsidi dari pemerintah, sedang sekolah swasta tidak mendapat subsidi tersebut, sehingga biaya masuk ataupun biaya SPP nya lebih mahal.
Sekolah swasta yang tidak mendapat subsidi sudah tentu akan menarik biaya masuk dan SPP lebih mahal sebab pengadaan fasilitas tentunya harus ditanggung oleh pihak sekolah swasta itu sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah. Jadi dari segi ekonomi, ada alasan yang logis mengapa biaya yang harus dikeluarkan untuk masuk ke sekolah negeri dan sekolah swasta itu berbeda.
Hal itulah yang mendorong para orangtua untuk ingin menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena biaya pendidikannya yang relatif terjangkau. Maklum, dari data BPS (Biro Pusat Statistik) per Maret 2010 disebutkan bahwa 31,02 juta (13,33 persen) penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan.
Sekolah negeri yang mempunyai biaya SPP yang lebih murah tentu akan menarik perhatian banyak orangtua siswa yang berasal dari golongan menengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Berbanding terbalik dengan sekolah swasta yang tentunya akan memiliki jumlah siswa lebih sedikit disebabkan biaya yang harus dikeluarkan lebih mahal.
Catatan dari segi jumlah siswa, sisi positif yang kita peroleh dengan sedikitnya jumlah siswa maka proses belajar mengajar akan terfokus dengan jumlah murid yang ideal di setiap kelasnya. Sedangkan sisi positif yang kita peroleh dari sekolah negeri adalah adanya kesempatan bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan biaya yang terjangkau.
Entah peribahasa apa yang harus diungkapkan mengenai kisruh saat ini tentang penggunaan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang malah digunakan oleh para orangtua yang mampu - bahkan mereka punya mobil - sebagai "surat sakti" untuk meloloskan anaknya masuk ke sekolah negeri favorit.
Tertawa di atas derita orang lain, mungkin itu tepatnya peribahasa.
Begitu teganya para orangtua yang mampu menggunakan "surat sakti" itu untuk kesenangan pihaknya sendiri dengan menjegal kuota masuk orangtua yang tidak mampu.
Di provinsi Jawa Tengah, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ketika melakukan inspeksi dan verifikasi SKTM di Dinas Pendidikan Jawa Tengah di Semarang, Selasa (10/7) 2018 menemukan kejanggalan data sejumlah sekolah yang menerima siswa pengguna SKTM. Kejanggalan tersebut terlihat dari kuota SKTM yang terisi sebanyak lebih dari 60 persen, bahkan sampai 90 persen.
Padahal Permendikbud 14/2018 tentang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) untuk tiap provinsi menyediakan kuota siswa yang berasal dari keluarga miskin sebanyak 20 persen.