Lihat ke Halaman Asli

Review Novel "DI Bawah Lindungan Ka'bah" Karya Hamka

Diperbarui: 2 Mei 2023   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik


 

Di bawah Lindungan Ka’bah merupakan novel karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal sebagai Hamka. Novel ini diterbitkan pada tahun 1938 oleh Balai Pustaka. Hamka merupakan salah seorang pelopor sastrawan Indonesia modern yang menginisiasi gerakan ke arah Islam, selain itu Hamka juga dikenal sebagai ulama besar.

Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah merupakan novel dengan cerita berlatar Islam. Novel ini secara umum mengisahkan cerita cinta dua anak manusia yang penuh liku dan sarat dengan kesedihan. Pada novel ini, cerita cinta dikisahkan dengan cukup unik. Kisah ini adalah campuran berbagai unsur cerita yang bersenyawa dengan berbagai kode budaya sehingga tampil dalam keutuhan yang kuat.

Dalam novel ini terdapat persoalan “Cinta” yang culup menarik sehingga layak mendapat perhatian besar. Cinta di dalam novel ini hadir dalam berbagai lapisan makna yang bergerak ke dalam intipati penciptaan. Hamka telah menunjukkan keseriusan dalam membangun makna ‘Cinta’ sehinga cerita tentangnya tidak terjungkal menjadi persoalan yang banal.

Cerita diawali oleh seorang laki-laki bernama Hamid yang merupakan muslim kelahiran Minangkabau. Di Sumatra Hamid dibesarkan oleh ibunya sejak berusia empat tahun, ayah Hamid pada saat itu sudah meninggal dunia. Pada usia enam tahun, Hamid di sekolahkan oleh Haji Ja’far bersama anak perempuannya yang bernama Zainab di sekolah yang sama. Setelah menamatkan pendidikan mereka di sekolah Hindia Belanda, Hamid menyadari bahwa dirinya mempunyai rasa cinta terhadap Zainab. Ternyata,  hal tersebut juga dirasakan oleh Zainab. Mereka saling cinta, tetapi sama-sama tidak mengutarakannya sehingga mereka terpisah, karena Hamid memutuskan pindah untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah agama.

Suatu hari, ada kejadian yang menimpa Hamid dan Zainab yaitu ketika Hamid sedang mengikuti kompetensi debat dan saat itu juga Zainab yang sedang mengerjakan sesuatu  ingin melihatnya. Zainab terburu-buru ke tempat Hamid berkompetensi, kemudian Zainab terjatuh ke sungai dan diselamatkan oleh Hamid yang kemudian diperdebatkan oleh para ulama dan membuatnya ia diusir dikotanya. Sekarang Hamid hidup sebatang kara dan memutuskan untuk bekerja keras untuk pergi ke Mekkah.

Saat bekerja keras, Hamid dikabarkan bahwa Haji Jafar sang ayah dari Zainab meninggal dunia dikarenakan kecelakaan menuju Mekkah, setelah itu ibu Hamid yang sudah sakit-sakitan, tidak lama meninggal dunia. Hamid sangat sedih dengan semua yang terjadi dikehidupannya. 

Dalam suatu pertemuan, Hamid dihadapkan oleh permintaan ibu Zainab, untuk membujuk anaknya menikah dengan sepupunya. Permintaan ibu Zainab itu dijalankan oleh Hamid mengingat ibunya semasa hidup juga tidak mengizinkannya menikahi Zainab karena perbedaan ekonomi. Pada akhirnya Hamid memutuskan untuk pergi ke Mekkah.

Saat berada di Mekkah, Hamid dapat melupakan segala penderitaan hidupnya dan rasa cintanya kepada Zainab. Ia bersikap berserah diri kepada Allah Swt. tetapi terkadang ia mengingat Zainab dibenaknya. Suatu hari, Saleh sahabat Hamid menyusul ke Mekkah dan memberikan surat untuk Hamid dari Zainab. Isi surat tersebut bahwa kenyataannya Zainab mencintai dirinya dan Zainab tidak jadi menikah dengan laki-laki pilihan ibunya yaitu sepupu dari Zainab. Setelah mengetahui hal tersebut, Hamid berniat untuk kembali ke Padang usai menunaikan ibadah haji. Pada saat bersamaan Saleh melalui istrinya mengirimkan surat untuk diberikan kepada Zainab yang isinya menggambarkan pertemuannya dengan Hamid. Namun Saleh mendapat balasan dari istrinya bahwa Zainab telah meninggal dunia; Saleh tidak memberikan kabar tersebut kepada Hamid sebelum akhirnya Hamid mendesaknya. Kenyataan itu disusul dengan meninggalnya Hamid di hadapan Ka'bah.

Novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” mengamanatkan bahwa kesabaran merupakan hal yang harus dimiliki setiap manusia yang dimana harus yakin terhadap sang Maha Pencipta. Kemudian kita sebagai manusia harus menerima semua takdir yang diberikan oleh sang Maha Pencipta dengan ikhlas dan tawakal. Kelebihan dari novel ini adalah penulis menyampaikan kisah dengan sangat singkat, tetapi pesan moralnya tersampaikan. Kemudian untuk kekurangannya adalah terletak pada bagian bahasa yang dimana kurang dimengerti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline