Lihat ke Halaman Asli

Esok adalah Esok

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kejadiannya bermula dari sebuah mimpi yang saya anggap mimpi tidak biasa. Jika dulu aku bermimpi bertemu Luna Maya, tapi sekarang lain. Dalam mimpi itu aku bertemu seorang tua yang rasa-rasanya aku pernah berjumpa dengannya. Sekuat tenaga aku mengingatnya, tapi ingatan tak sepenuhnya bisa kuhimpun. Tapi itu tidak penting siapa itu orang tua, yang pasti perbincangannya yang ingin kusampaikan.

“Hai anak muda, apa yang kau pikirkan saat ini,” pak Tua bertanya padaku, dengan kata-kata yang mantap.

Diam sejenak berpikir untuk mencoba menyusun kata sebagai kira-kira jawaban. “Tak tahu Mama. Terlalu banyak pikiran, sehingga tak jelas apa yang kupikirkan”. Jawabku tergagap dan kecil terdengar.

“Tak hendak segera kawin?” tiba-tiba pak Tua menerobos pertanyaan dalam diamnya terpakuku. “Mu..mu..ngkin”, jawabku terbata seolah jawabannya di hati sudah diterka. “Tapi saya tidak ingin berpanjang lebar, saya hanya mau menyampaikan amplop ini ke kamu. Ini titipan dari kakek untuk diserahkan ke kamu. Rupanya kamulah orangnya.

“Ini,” pak Tua menyodorkan amplop, dan membiarkannya tergeletak di atas meja. Ketika aku mau melontarkan satu pertanyaan, ia sudah hilang dari hadapanku. Lalu kuraih amplop itu, dan kubaca. Beginilah isi tulisannya:

Betulkah bahwa hidup adalah baik dan semakin bertambah baik? Tidakkah bahwa semua mimpi-mimpi yang terucap ataupun tercerap di alam bawah sadar kita akan terwujud adalah pikiran naif? Apakah segala hasrat akan tetap bisa berjalan, dan kebutuhan kita akan selalu terpenuhi?

Tuhan tidak semata-mata membenakkan pikiran kepada otak kita, kecuali Tuhan sendiri yang menyediakan perkakas untuk mewujudkannya. Dan Tuhan akan senantiasa memenuhinya. Maka jangan kau risau dengan kisah lalu bangsamu. Tataplah masa depan dengan senyum kemenangan. Jalani hidup dengan penuh kesadaran. Yakinlah bahwa mimpi-mimpimu telah tertulis dan tertasbihkan sepanjang perjalanan.

Tak ada yang bisa menghalangi langkah perjalananmu. Tak ada yang mampu menorehkan perwujudan sigala mimpi-mimpimu kecuali dirimu. Hidupmu akan menjadi luar biasa. Sempurna membahana ke seantero nirmaya.

Layaklah hidup untuk dirayakan dalam keremangan cahaya-cahaya. Bukankah kau sudah melihat cahaya di ufuk itu. Kau bisa menatap kefanaan karena cahaya itu. Sebongkah cahaya yang dipantulkan dari sinar maha sinar sepanjang zaman. Cahaya itu menjadi obor penerang. Sejak Promoteus yang dianggap telah mencari api pengetahuan dari dewa, demi kita. Demi kita sebagai manusia yang tiada terbatas. Tidak sepantasnya kau bermurung diri, tidak berbuat untuk dunia.

Menjadilah arif. Karena kearifan adalah puncaknya. Kearifan dalam bentuk apapun, entah yang dibicarakan Barat ataupun Timur, Utara ataupun Selatan pada dasarnya adalah kemanusiaan. Bahwa manusia memiliki sejumlah potensi, konseptual dan teknikal dalam mencapai kemakmuran di seantero bumi. Meskipun, selalu saja ada orang-orang dan pihak-pihak yang menyalahgunakan apa yang telah ditemukannya. Kini saatnya kau keluar untuk mengubah duniamu.

Semestinya orientasi hidup adalah bukan seberapa besar hal-hal yang di luar dirimu, tapi kita tarik segala hal yang ada di dalam diri kita. Kau harus banyak memberikan hal-hal yang ada di dalam dirimu, untuk di ditarik keluar untuk mereka yang menadahkan pertolongan dengan jerit tangisan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline