Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ashsubli

Akademisi dan Dai

Dihantui Dosen Killer

Diperbarui: 6 Februari 2016   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyebut istilah killer, maka yang tergambar adalah sosok pendidik yang keras, berutur kata kasar, dan pendendam, serta kehadirannya selalu  menjadi momok menakutkan bagi mahasiswanya. Meskipun adakalanya dosen dicari oleh mahasiswanya, karena mungkin  namanya terpampang pada jadwal kuliah yang mau tidak mau harus diikuti. 

Memang tidak semua perguruan tinggi berhasil menyediakan dosen yang berkualitas. Ukuran kualitas itu biasanya hanya dilihat dari latar belakang pendidikan, misalnya bergelar Doktor (S3), banyaknya pengalaman memberi kuliah, dan sejenisnya. Namun di dalam ruang kuliah, ternyata dosen yang bergelar Doktor tidak selalu menggambarkan kualitas yang diharapkan. Ada saja dosen yang belum Doktor dan masih baru tetapi justru diminati oleh mahasiswa oleh karena mampu menjelaskan materi kuliah dengan baik, bertutur kata santun, menginspirasi  dan lainnya.

Perguruan tinggi tidak mudah mencari dosen yang menarik sebagaimana harapan mahasiswanya. Mengetahui bahwa seseorang pantas menjadi dosen atau tidak, biasanya hanya dilihat dari latar belakang pendidikannya, misalnya ijazah dan transkripnya, status akreditasi perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah itu, dan sejenisnya. Calon dosen yang memenuhi kriteria itu dianggapnya mampu, tetapi pada kenyataannya tidak sebagaimana digambarkan itu.

Mahasiswa belajar ke perguruan tinggi adalah untuk mencari ilmu. Oleh karena itu kehadiran dosennya untuk memberi kuliah di kampus seharusnya ditunggu-tunggu. Akan tetapi lagi-lagi kenyataannya tidak selalu demikian. Ada saja mahasiswa yang ketika dosennya tidak masuk justru bergembira. Hal demikian itu menandakan bahwa perkulihannya kurang menarik.

Kenyataan tersebut sebenarnya merupakan problem mendasar yang harus diselesaikan oleh banyak  tenaga pendidik. Karena tugas utama  pendidik adalah berbicara atau dalam bahasa lainnya disebut tabligh. Komunikasi merupakan kunci dasar dalam mendidik. Jika dalam komunikasinya terkesar kasar, menyinggung SARA, merasa paling pintar, atau bahkan sampai mengeluarkan kata-kata kotor dan dendam,  maka sudah tentulah dia gagal menjadi pendidik.

Jika menelisik dari konsep tablighnya Nabi Muhammad, maka  metode yang ditempuh beliau  dalam  berkomunikasi, yaitu kelemahlembutan, pemaaf, bermusyawarah. Kelembutan hati Nabi SAW tidak hanya ditujukan kepada para sahabat yang telah paham dengan aturan agama, namun kepada orang awam yang belum memahami aturan agama pun beliau bersikap sama.

Sifat lembut hati merupakan salah satu akhlak mulia dari Nabi S AW seperti yang dikatakan Abdullah bin Umar: “Sesungguhnya, saya menemukan sifat Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu itu demikian : Sesungguhnya tutur katanya tidak kasar, hatinya tidak keras, tidak suka berteriak-teriak dipasar-pasar, dan tidak suka membalas kejahatan orang dengan kejahatan lagi, namun dia memaafkan dan mengampuninya. ” (Tafsir Ibnu Katsir II, hal.608).

Jika sifat di atas, tidak melekat dalam dirinya, maka sudah dipastikan kehadiran Islam tidak semanis hari ini. Bahkan jauh api dari panggang seorang tokoh sekelas Michael Hart menempatkan beliau dalam posisi pertama tokoh berpengaruh dunia.

 Sesungguhnya, sifat inilah yang menjadi barometer bagi setiap pendidik. Sebagai seorang ilmuwan di kampus, pekerjaan meneliti, menulis, berdiskusi dengan teman sejawat, mengikuti workshop dan berbagai pertemuan ilmiah semestinya menjadi kegiatan rutin. Semakin sering dilakukan, maka semakin matang dalam penyampaian, tentu dengan cara mauizhotil hasanah (tutur kata santun). Jika sikap ini  selalu dilakukan atau bahkan menjadi bagian hidupnya, maka yang bersangkutan akan menjadi dosen yang dicari-cari mahasiswanya, dan bukan sebaliknya, kehadirannya justru dicaci dan dimaki. Nauzubillah.

 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline