Lihat ke Halaman Asli

Ashri Riswandi Djamil

Belajar, belajar, dan belajar

The Editor

Diperbarui: 4 Agustus 2020   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah sudah berapa cangkir kopi kuhabiskan. Padahal sebelum ini aku hanya sekali membuat kopi di cangkir keramik tiga ratus mili liter. Bisa bertahan sampai lima jam. Setelah menggunakan mesin kopi, karena kapasitasnya satu liter. Maka aku jadi lebih boros. Hanya untuk kebutuhan kafein saja. Namun pekerjaan ini belum selesai juga. 

Masih banyak halaman yang harus ku edit. Pekerjaan menjadi editor cukup membunuh waktuku. Tapi ini sudah menjadi pekerjaan. Ya harus dijalani. Berlembar-lembar, berhalaman-halaman aku sunting. 

Demi kesempurnaan sebuah buku sebelum naik cetak. Ada deadline yang aku sendiri yang menentukan. Karena aku editor. Justru si penulislah yang sering kuberi waktu tenggat. Dan mereka yang mengejar waktu agar tepat waktu masuk di mejaku sebelum ku edit.

Setiap hari aku mengkoreksi tulisan orang lain. Mulai dari penulis pemula sampai penulis professional. Tidak pandang status. Semua harus masuk meja editor. Yaitu aku. 

Sudah ratusan buku mungkin sudah ku edit. Ada yang sedikit sentuhan. Ada yang hampir setiap halaman minimal ada satu sampai tiga kata atau kalimat yang ku koreksi. 

Editorlah yang mengetahui isi buku sebelum berada di tangan pembaca. Aku lebih dulu mengetahui isi buku itu sebelum semua orang. Kedua setelah penulis tentunya. Meng edit berarti aku membaca semua isi buku. Ini bukan pekerjaan ringan. Harus focus. Jika ada yang perlu didiskusikan ke penulis langsung. 

Biasanya bukunya terlalu panjang. Untuk ukuran novel misalnya. Perlu diskusi dengan penulisnya agar buku tersebut tidak hilang pesan yang disampaikan penulis. Editor tidak boleh merubah isi buku. Hanya memperbaiki sedikit yang perlu diperbaiki. Seperti penggunaan tanda baca, diksi yang tepat dan banyak lagi. 

Editor membuat buku menjadi karya yang indah secara visual maupun isinya. Membuat pembacanya senang memiliki bukunya. Tidak lebih dari itu tugas editor. Lucunya editor itu bukan penulis. Ada juga yang penulis tapi sangat langka. Editor disini yang bekerja di penerbitan buku ya.

Memang penerbit buku ku ini bukan yang mayor. Tapi cukup menghasilkan buku-buku bagus. Baik itu fiksi maupun non fiksi. Aku khusus di bagian fiksi. Pada dasarnya aku ini pengkhayal. Mungkin karena kecenderungan ini aku lebih cocok menjadi editor karya tulis fiksi. 

Tiba-tiba Herman masuk ruanganku dan menyerahkan setumpuk kertas yang diikat tali plastic. Draft buku ternyata. Katanya sudah banyak penerbit yang menolaknya. Mungkin aku bisa melihatnya. Bukan karya yang bagus. Tapi unik. Kata Herman. 

Ok aku coba lihat. Paragraph pertama cukup panjang. Bahasanya puitis, nyastra sekali. Memang unik. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Waktunya pulang menemui keluarga tercinta. Aku bergegas. Segera ke stasiun kereta. Waktu tempuh kurang lebih hanya satu jam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline