Lihat ke Halaman Asli

Ashri Riswandi Djamil

Belajar, belajar, dan belajar

Menjadikan Stres sebagai Teman

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stres. Kebanyakan dari kita menghindari situasi ini. Dimana ketika kita mengalami stres ini, merasa tidak nyaman, tertekan bahkan tidak jarang depresi yang mana ini sangat parah bila sampai terjadi. Stres adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi,maupun mental. Stres itu sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Seperti stres ringan, sedang dan berat. Setiap kita pasti pernah stres. Dan itu hal biasa. Kita stres ketika mengerjakan soal ujian matematika di sekolah misalnya. Atau ketika ujian masuk perguruan tinggi, dan ujian-ujian lainnya. Termasuk ujian hidup J bahkan stres dapat membuat produktivitas menurun. Pada dasarnya stres adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stres disebut stresor dan ketegangan yang diakibatkan karena stres, disebut strain.

Sebuah penelitian di Amerika oleh Boston University di bidang psikologi, bahwa stres dapat menyebabkan penyakit. Penyakit paling ringan yang dapat diakibatkan oleh stres misalnya flu sampai penyakit yang berhubungan dengan cardiovascular yaitu jantung. Namun salah seorang penelitinya yang bernama Kelly McGonigal yang berpengalaman menjadi psikolog selama satu decade menyadari ada yang salah selama ini dalam memahami stres. Stres adalah musuh.

Dalam penelitiannya terhadap 30 ribu orang dewasa di Amerika Serikat, selama delapan tahun, ada bebrapa pertanyaan diantaranya. Seberapa sering anda stres dalam setahun?, dan “apakah anda percaya bahwa stres itu berbahaya bagi kesehatan”? kebanyakan menjawab ya stres itu berbahaya bagi kesehatan.

Ada kabar buruk bahwa setahun belakangan ada kenaikan sekitar 43 persen resiko meninggal. Tapi itu benar jika orang-orang berpikir stres itu berbahaya bagi kesehatan. Orang-orang yang banyakmengalami stres tapi tidak merasa stres itu buruk bagi kesehatan justru hidup lebih lama. Faktanya mereka memiliki resiko meninggal yang kecil dalam penelitian tersebut termasuk orang yang relative lebih sedikit stres.

Dan ternyata ada data yang menunjukkan bahwa sebanyak 182 ribu warga amerika meninggal bukan karena stres, tapi meninggal karena meyakini bahwa stres itu berbahaya. Itu di atas 20000 kematian pertahun. Sekarang jika perkiraan itu benar, maka stres adalah penyebab kematian terbesar ke lima belas di Amerika Serikat. Bahkan lebih banyak daripada penyakit kanker kulit, HIV/AIDS, dan pembunuhan.

Maka saat ini kita harus lebih memahami stres dan kekeliruan kita bahwa stres itu berbahaya bagi kesehatan. Coba perhatikan atau kita ingat-ingat kembali. Ketika di kelas baik di sekolah maupun di kampus. Ketika kita ditanya oleh guru atau dosen, dan kita tidak tau jawabannya. Apa yang terjadi? Biasanya kita gugup, detak jantung mengencang, bahkan keringat bercucuran. Ya itu akibat stres yang kita alami. Namun apabila kita merubah cara berpikir bahwa stres itu baik dan tidak berbahaya bagi kesehatan, yang terjadi adalah jantung kita tetap berdetak kencang, darah mengalir cepat, secara fisik itu normal namun secara mental kita merasa rileks karena positif thinking kita terhadap stres.

Untuk memahami sisi sehat stres, kita perlu mengetahui tentang hormon. Oksitosin adalah hormon yang memiliki nama lain yaitu hormon pelukan. Ya karena hormon ini dilepaskan ketika kita memeluk seseorang. Tapi ini hanya bagian kecil dari peran oksitosin. Oksitosin adalah neuro hormon. Yang mengatur insting social otak. Yang membuat kita melakukan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antar sesama. Oksitosin membuat kita membutuhkan kontak fisik dengan teman-teman dan keluarga. Bahkan membuat kita lebih peduli untuk menolong dan mendukung orang-orang yang kita sayangi. Tapi ini yang yang banyak tidak kita ketahui bahwa Oksitosin adalah hormon stres.hormon ini merupakan bagian dari reaksi stres. Sama seperti adrenalin yang membuat jantung kita berdegup kencang. Dan ketika oksitosin ini dilepas, hormon ini memotivasi kita untuk mencari dukungan. Reaksi ini mendorong kita untuk menceritakan perasaan kita kepada orang lain dan bukan memendamnya. Reaksi stres kita ingin memastikan bahwa kita menyadari ketika seseorang di dekat kita sedang menderita sehingga kita bisa saling mendukung. Ketika kita mengalami kesulitan dalam hidup reaksi stres kita ingin agar kita dikelilingi oleh orang yang peduli dengan kita.

Bagaimana mengetahui sisi sehat dari stres ini, Oksitosin tidak hanya bereaksi pada otak, tapi juga pada tubuh. Hormon ini berperan dalam melindungi system kardiovaskular dari efek stres. Oksitosin ini sebagai anti peradangan alami. Untuk membantu aliran darah tetap rileks saat stres. Hebatnya hormon ini dapat memulihkan kerusakan jantung akibat stres. Hormon ini menguatkan jantung. Semua keuntungan fisik oksitosin ini semakin meningkat oleh hubungan dan dukungan social, jadi ketika kita menjangkau orang lain yang sedang stres, entah itu untuk mencari dukungan atau menolong orang lain, kita melepaskan lebih banyak hormon ini reaksi stres kita menjadi lebih sehat, dan akan cepat pulih dari stres. Ini menakjubkan bukan?! Bahwa respon kita terhadap stres memiliki mekanisme yang terintegrasi untuk ketahanan stres, dan mekanisme itu adalah hubungan dengan manusia.

Kepedulian menciptakan ketahanan terhadap stres. Lagi menurut penelitian Kelly McGonigal, manusia bisa hidup lebih lama dengan banyak membantu orang lain. Bagaimana kita menghadapi dan menyikapi stres menjadi lebih baik. Bagaimana kita bisa menolong orang lain walaupun sedang stres. Karena hal itu yang membuat tubuh dapat menghadapi stres menjadi lebih baik. Dan kita selalu ingat bahwa kita tidak sendiri dalam menghadapi persoalan hidup.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline