Ku ujar lirih perih, bukan sebagai benciku pada realita, tapi sebagai petuahku mencakar ketimpangan realita.
Karena terkadang, alunan ketimpangan realita, membuat terhenyak dan tersentak dalam diam.
Ku ujar lirih pedih, bukan sebagai murkaku pada realita, tapi sebagai wejangan kearifan yang tegak tantang merepih semesta.
Karena terkadang, para pemuja kuasa dengan atribut keduniawiannya, takhirau dan mengejek yang sejatinya adalah hakiki.
Lirihku akan tetap luruh membumi dan merepih semesta, walau yang menjadi akhirnya seperti takberujung pangkal, tapi pasti nanti hakiki yang sejati, akan mengais sisa-sisa yang menjadi kebenarannya.