Lihat ke Halaman Asli

ashimuddin musa

Penulis Lepas

Alm. Abd Mu'min di Mata Kita

Diperbarui: 20 Mei 2022   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ini bukan di pasarean Joko Tarub. Ini diambil saat penulis lagi ziarah ke makam raja-raja di Sumenep. Sambil mengenang masa berziarah saat bersam

"Bruu", sapa sahabat saya, alm Abd Mu'min, kepada saya saat masih kisaran kelas 2 atau 3 Madrasah Tsanawiyah Nurul Jali tahun lalu. Menulis ini, tak sadar genangan air mata membasahi pipi. 

Berat mendengar kabar kepergian mu. Sebagai mengenang jasa-jasamu, saya tuliskan di lembaran ini, agar adik-adikmu tidak begitu mudah melupakan, sehingga mengambil pelajaran dari nilai juangmu. 

Alm Abd Mu'min paling senang memanggilnya dengan panggilan " Bruuu", karena istilah itu menyiratkan menggambarkan keakraban, dan betapapun dalam persahabatan dulu tak ada istilah sistem kelas dalam persahabatan.tak ada kelas kaya atau miskin, semuanya adalah sama. 

Betapapun kondisinya saat itu belum sekaya sekarang ini, seperti untuk beli rokok yang serba susah, namun saat ini sudah serba mudah. Beli rokok saat ini tinggal ambil HP, kemudian bikin video, lalu masukkan akun youtube, sudah dapat deh 50 juta per bulan. 

MasyaAllah, dulu kita ga kayak gitu, coba. Harus tahan fisik, dengan belajar setidaknya jadi sales rokok, atau jadi kuli ustadz Abu Sairi kayak teman kita, Zainuddin Hayati atau Jauzi Rizal Jauzi dkk. Mereka benaran berjuang, friends. Nilai dakwah benar berasa banget. 

Alm Abd Mu'min suatu ketika mengajak saya keliling kota, menyusuri pelosok terpencil di pinggiran laut sana di kota Pamekasan. Biasanya, kita jalannya ke arah Talang Sering. Karena di sana lumayan ramai orang. Di satu sisi, untuk masuknya saja digratiskan, tidak seperti sekarang: serba berbayar. MasyaAllah, masyarakat susah masih dimintain duit buat masuk

Tidak sadar kita berdua berjalan ke arah barat, berharap ada ide sambil mau silaturahmi dengan sabak kerabat dekat Pakentingan sana.

Rupanya niat silaturahmi terpaksa kami gugurkan dulu, di samping memang kondisi minyak motor (bensin kata orang Madura) saat itu juga sedang tipis, di samping itu almarhum terheran ketika melihat ada Makbarah salah satu tokoh legendaris di bumi Madura, Joko Tarub. 

"Bruu, kita kesini aja", kata saya ke almarhum sambil membelokkan sepeda motor kesayangan: motor Yamaha tahun 1980-an. Orang-orang menamainya motor bebek. 

Di pasarean itu rupanya banyak pengunjung yang lagi ziarah. Entah, apa karena untuk tujuan ngalap barokah atau apa, setelah baca yasin untuk mendoakan si ahli kubur, dan tanpa tujuan untuk mencari tahu aspek-aspek historisnya, atau mungkin dari saking minimnya keuangan kita saat itu, setelah berziarah, dan kalau boleh jujur kayaknya setiap kali berziarah ke sana, kita tidak lupa mengambil barokah dari pasarean tersebut. 

Kalau orang lain menarik duit di tempat yang tersedia di sekitar pasarean, justru kita berdua mengamankan uangnya dari tangan-tangan usil. Uang yang diamankan tidak seberapa,sih. Mengamankan untuk seharga rokok satu batang, sekitar 1000 hingga 5000 saja. Di samping berharap barakah tadi, sehingga uang itu dibawa pulang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline