Lihat ke Halaman Asli

Moh. Ashari Mardjoeki

Senang baca dan tulis

Tragedi G30S PKI 1965, “Dunia” Menyambut Gembira

Diperbarui: 22 Juli 2016   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

Putusan akhir pengadilan rakyat internasional atas kemanusiaan periode 1965 di Indonesia (International People's Tribunal/IPT 1965) menyatakan bahwa Indonesia bersalah dan bertanggung jawab atas kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada 1965-1966.

Sepuluh kejahatan HAM berat yang dilakukan pada periode 1965-1966 adalah pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, keterlibatan negara lain, hingga genosida.

Dalam putusan ini, Indonesia (pemerintah) diminta untuk meminta maaf kepada semua korban, menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan memastikan ada kompensasi yang setimpal untuk korban.

Yang perlu digarisbawahi bahwa IPL mengakui ada “propaganda palsu, keterlibatan negara lain.”

Pengakuan tersebut adalah kata-kata kunci yang merupakan satu kesatuan. Yang seharusnya diketahui dan diakui oleh dunia internasional secara gentel.

Negara lain mana yang kuat yang mungkin berniat, berbuat dan kenapa harus terlibat dengan peristiwa keji 1965-1966 yang sesungguhnya berlanjut terus sampai beberapa periode?

Pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, keterlibatan negara lain, hingga genosida. Yang terjadi pada periode 1965-1966.

Kejadian tersebut dikenal sebagai peristiwa pengkhianatan G30S-PKI pada 30 September 1965.

Tragedi pengkhianatan tersebut merupakan sukses besar negara asing tertentu atau “dunia internasional” yang disebut sebagai neokolonialisme dan imperialism atau nekolim oleh Bung Karno.

Sejak jauh sebelum proklamasi “dunia internasional” sudah bernafsu menguasai (mengatur) kekayaan alam yang terkandung bumi Indonesia.  Tetapi Bung  Karno bersikukuh bahwa Bangsa Indonesia mampu menjaga, mengolah dan mengatur kekayaan alam yang melimpah yang dimiliki negerinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline