Lihat ke Halaman Asli

Negeri Bisu

Diperbarui: 20 Februari 2018   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa kabarmu kekasih? Bagaimana dengan hari mu tadi? Menyenangkankan, melelahkan atau menyedihkan? Kalaupun harimu menyedihkan, tak masalah, tak usah khawatir. Karena kadang memang Tuhan sering menyapa hambanya dengan cara seperti itu. Sebelum kau terlelap tidur mari aku ceritakan padamu kisah tentang Negeri Bisu.

Para penduduk di suatu negeri mulai keheranan karena suara mereka tiba-tiba menghilang alias menjadi bisu. Mereka beranggapan itu adalah kutukan dari para dewa karena perbuatan mereka yang sering membuat kebisingan di mana-mana dan sering membuat onar. Fenomena ini sudah terjadi selama lima tahun lamanya.

Tak ada penjelasan ilmiah tentang fenomena ini. Para peneliti dari seluruh penjuru dunia silih berganti datang, namun tetap tak menemukan apa penyebab terjadinya wabah atau fenomena bisu yang menyerang penduduk secara mendadak tersebut.

Suasana menjadi sedikit membosankan, tak ada lagi suara penyanyi yang merdu, tak ada lagi suara lantunan ayat-ayat suci, tak ada lagi barisan-barisan puisi, syair dan sajak indah yang dibacakan oleh para penyair.

Tapi di balik wabah kebisuan yang menyerang penduduk, malah disyukuri oleh salah satu pemuka adat di negeri tersebut. Mengapa malah bersyukur, karena pemuka adat tersebut sudah jengah atas segala kebisingan yang dulu sempat terjadi di negeri tersebut, kebebasan berpendapat yang sudah kebablasan, saling menghina, saling fitnah, saling tuduh dan saling menyalahkan satu dengan yang lain.

Mereka hanya sibuk berbicara dan berkomentar namun tidak ada yang mau untuk saling mendengarkan. Karena dengan mereka berbicara dan berkomentar mereka merasa bisa mengaktuliasasikan diri dan yang paling utama dengan berbicara dan berkomentar mereka akan mendapat pengakuan dan popularitas.

Dengan hadirnya wadah kebisuan, maka akan memberi waktu bagi para penduduk untuk bisa hening sejenak, saling merasakan dan saling mendengarkan, terutama mendengarkan isi lubuk hati mereka sendiri.

Namun tiba-tiba suara para penduduk di negeri tersebut muncul kembali. Para penduduk mulai bisa mengeluarkan suara, suara keriuhan bocah disore hari mulai terdengar di kampung-kampung, suara lantunan ayat suci dari surau kembali terdengar, suara lantunan lagu juga mulai terdengar. Suasana kembali riuh dan ramai.

Tak ketinggalan suara orang berorasi alias kampanye politik kembali terdengar setelah lima tahun vakum, suara janji-janji politik kembali terdengar, suara janji indah yang menggambarkan masa depan gemilang kembali muncul. Ya, rupanya tahun politik telah tiba di negeri tersebut, waktunya untuk pemilu yang diadakan tiap lima tahunan.

Suasana kembali ramai, komentar sana-sini mulai bermunculan, saling tuduh, saling menyalahkan dan saling fitnah pun tak ketinggalan untuk muncul. Para politisi peserta pemilu kini sibuk meyakinkan penduduk untuk memilihnya, meminta para penduduk untuk memberikan suaranya kepada para politisi peserta pemilu pada hari pemungutan suara.

Hari Pemilu pun tiba, hari pemungutan suara dirayakan secara gegap gembita oleh para penduduk. Para penduduk pun memberikan suara kepada partai dan politisi pilihan mereka. Para penduduk tampak gembira dan yakin atas pilihannya sendiri. Angka partisipasi politik mencapai 100%. Luar biasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline