Tulisan ini dirangkai dengan memperhatikan beberapa hal, pertama, memperhatikan apa yang disampaikan dari acara diskusi di salah satu TV Nasional yaitu Talkshow Rosi Kompas TV, episode 'Posisi Jokowi pasca-kejutan di Pilkada', Kamis 28 Juni 2018 Pukul 19.30-21.00. Kedua, bahwa apa yang disampaikan data, dugaan ataupun pendapat diterima secara hukum positip ( bahwa itu adalah data yang benar ).
Acara Talkshow Rosi ini adalah adalah acara terbaik yang mendiskusikan materi tentang Quick Count. Talkshow Rosi episode 28 Juni 2018 dihadiri oleh orang-orang (termasuk Rosi sebagai host) yang berkompeten dan profesional di bidangnya. Ini acara terbaik tentang Quick Count sejauh yang saya sempat ikuti di TV Nasional.
Materi diskusi ini juga sisi lain dari tulisan saya sebelumnya, Quick Count Tidak Sempat Dibahas di TV Nasional (Bagian 1), sama-sama berkisah tentang Quick Count namun punya citra-rasa berbeda. Sebelum saya melanjutkan seri tulisan tentang Quick Count (yang) Tidak Sempat Dibahas di TV Nasional, saya merasa perlu menampilkan bagaimana TV Nasional berbincang tentang Quick Count.
Talkshow Rosi ditulis dengan narasi: Pilkada serentak 2018 memunculkan sejumlah kejutan. Hal itu terlihat dari hasil hitung cepat sejumlah lembaga yang memperlihatkan perolehan suara sejumlah calon di luar prediksi survei-survei sebelumnya. Host dalam pembukaan acara menyampaikan bahwa ada kegagalan Lembaga Survey dalam memotret realitas politik di masyarakat (hasil Quick Count). Video dapat dilihat di sini.
Apakah fair, bila membandingkan hasil Survey (sebelum penyelenggaraan) dengan Quick Count (setelah penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018)? Membandingankan antara Survey dan Quick Count dengan alat ukur: waktu pelaksanaan, unit sampling, dan alat ukur. Dengan memakai ketiga alat ukur ini diharapkan kita bisa membndingkan keduanya secara fair, apple to apple, serta bisa menjawab pertanyaan di atas.
Waktu Pelaksanaan
Survey dilaksanakan sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak 2018, sangat jelas berbeda, dengan Quick Count. Perbedaan waktu keduanya sekitar satu hingga dua minggu (tergantung dari Lembaga Survey). Perbedaan waktu ini secara alami akan memberikan hasil berbeda.
Oleh sebab itu Peraturan atau Undang-Undang Pemilu diseluruh dunia memberikan kesempatan kepada Peserta Pemilu untuk ber-kampanye sebelum hari-H. Karena menurut pembuat peraturan tsb (yang juga para ahli dibidangnya) kegiatan kampanye tersebut secara significant akan mempengaruhi hasil Pemilu.
Unit Sampling
Survey mempunyai unit sampling per-orang-an. Sementara Quick Count berdasarkan TPS sebagai unit sampling. Perbedaan yang paling mendasar dari keduanya adalah bahwa unit sampling dari TPS didukung oleh dokumen tertulis yang resmi, kegiatan Survey tidak punya dokumen tertulis seperti ini.
Dengan lain kata, data Quick Count adalah menggambarkan sejumlah orang yang ikut Pilkada. Sementara Data Survey berisikan orang yang hadir dan absent saat pencoblosan.