Matahari nampak bersinar cerah pagi itu, memantul indah dari dinding kaca sebuah bangunan megah di jantung kota Makassar. Gedung lima belas lantai yang didominasi warna hijau tersebut nampak menyatu dengan alam, orang-orang menyebutnya Wisma Kalla. Wisma Kalla merupakan kantor pusat dari seluruh perusahaan-perusahaan Kalla Group, kelompok usahanya menyebar dari bisnis automotif, transportasi dan logistik, konstruksi, energi, properti, retail hingga pendidikan.
Di Makassar, kita tak bisa kemanapun tanpa melihat logo dari Kalla Group. Ketika membeli mobil baru, naik transportasi umum, mengunjungi tempat hiburan, rumah makan, pusat perbelanjaan, mengirim barang, membeli properti, bersekolah, berkuliah, bahkan di tengah hutan sekalipun kita masih akan menjumpai logo Kalla.
Kalla Group sendiri dikenal sebagai kelompok usaha terbesar di Kawasan Timur Indonesia, dan sudah memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Sulawesi. Selalu ada penjelasan rasional mengapa Kalla begitu amat dipercaya dan dicintai. Saat suatu hari berkunjung ke sebuah desa di pedalaman Kabupaten Gowa, wilayah yang dikenal dengan produksi bawang merahnya, saya menemukan banyak kisah mengapa Kalla begitu dicintai setinggi langit.
*****
Ketika mengunjungi pasar Malakaji, sebuah desa di kaki Gunung Lompobattang, Kabupaten Gowa, saya berbincang dengan seorang pedagang bawang. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Dg Tinggi, dengan menggunakan mobil bak terbuka lelaki berbaju hijau tersebut nampak menjajakan belasan karung bawang merah yang merupakan hasil panennya musim itu, di sela-sela senggangnya Ia bercerita bahwa dirinya berasal dari desa tetangga, tepatnya Desa Paladingan, Bontolempangan, Gowa.
Dg Tinggi baru delapan tahun terakhir menanam bawang merah, sebelumnya Ia banyak menanam sayur dan umbi-umbian, namun karena harga sering kali anjlok dan perairan yang terkadang sulit, dirinya sering kali merugi. Ia sempat putus asa dan berniat untuk merantau ke luar negeri saja, namun sebuah harapan tiba-tiba datang ketika sekelompok sarjana pertanian datang ke desanya. Tiga orang pemuda kota tersebut menyebut dirinya pendamping 'Desa Bangkit Sejahtera', sebuah program dari Yayasan Hadji Kalla untuk membantu pengembangan desa.
Dg Tinggi yang awalnya beranggapan bahwa mustahil bawang merah bisa tumbuh di lahan kering milik mereka menjadi tercerahkan dan mulai menggeluti komoditi tersebut. Kekhawatirannya akan merugi seperti tanaman sebelumnya terpecahkan dengan bantuan pengetahuan metode tanam dan perairan lahan. Alhasil Dg Tinggi merasa cocok dengan bawang merah dan fokus menanam komoditi ini, tak hanya sampai di situ, Ia bersama istrinya juga mampu memberdayakan tetangganya dengan membuat produk olahan bawang goreng yang menjadi salah satu buah tangan khas ketika mengunjungi Gunung Lompobattang.
Kami tak lama berbincang. Sebelum beranjak, Ia menunjukkan logo Kalla yang ada pada bajunya. Dg Tinggi berkata bahwa baju tersebut merupakan salah satu baju favoritnya, kenangan ketika mengikuti workshop dan pelatihan wirausaha pertanian bersama puluhan petani di desanya yang diadakan oleh program Desa Bangkit Sejahtera.
Membangkitkan Desa, Menyejahterakan Masyarakat
Saya teringat kawan lama saya Akhsan. Dia adalah sarjana pertanian alumni universitas kenamaan di Bogor, seorang anak buruh karet dari Kajang Bulukumba yang berhasil melanjutkan sekolah melalui beasiswa Kalla. Beberapa waktu lalu Ia sempat mempromosikan produk pengharum berbahan dasar kopi di sosial medianya, pada postingannya Akhsan bercerita bahwa produk tersebut merupakan hasil pendekatan dan edukasi yang dia lakukan di Desa Boneposi, Latimojong, Kabupaten Luwu. Ia bersama dua orang temannya selaku fasilitator lapangan dari program Desa Bangkit Sejahtera mampu membangkitkan minat kalangan muda di sana melalui program produk olahan kopi. Mereka terjun langsung mengajarkan warga desa menyortir, mengolah, fermentasi kopi, pengemasan, branding hingga pemasaran untuk menghasilkan produk yang mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di Boneposi.
Saya terperanjat. Saya sedang melihat langsung kisah bagaimana sebuah group bisnis membangun rumah di hati masyarakat. Ada banyak perusahaan-perusahaan di luar sana, namun tak banyak yang punya komitmen sebesar Kalla untuk mau berkontribusi langsung ke tingkat kecil masyarakat, khususnya di perdesaan.