Lihat ke Halaman Asli

Untuk Sedetik

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

untuk sedetik dua
jemarinya ragu memilih gincu
untuk ia poleskan di semburat jingga senja
warna kesukaannyakah... atau sang tamu

ditolehnya lagi si tole
hampir bangun ia setelah pulas dari puas menyusu sepanjang siang
samar seperti berpendaran di kepala sang ibu
warna-warni yang tak dapat dimengertinya tentang masa depan...

bertahanlah dulu ya nak... hanya ini yang kita punya...
sebentar lagi ibu antar kau ke rumah sebelah
setidaknya kau bisa belajar alif-ba-ta di situ
karena ibu tak bisa....
ah... banyak yang ibu tak bisa untukmu
banyak sekali...

tapi rintihan hati tak bisa mendatangkan nafas yang nyata, nak...
kelak kau kan fahami itu...
seperti ibu memahami dan memafhumi hidup...
setelah semua...

(...dan suara motor ojek yang sangat akrab pun menyadarkannya dari lamunan...
ia pun bergegas...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline