Lihat ke Halaman Asli

6 Alasan Membeli Unit Link + 3 Catatan

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu, tepatnya 15 Okt 2011, aku menandatangani formulir pengajuan asuransi jiwa tipe unit link. Bayar premi 500 ribu per bulan (6 juta setahun), rencana bayar 10 tahun, manfaat yang diperoleh untukku seorang laki-laki usia 31 tahun adalah:

1.Jika meninggal dunia : 450 juta (sampai usia 100 tahun)

2.Jika kecelakaan dengan akibat meninggal atau cacat : 450 juta (sampai usia 65 tahun)

3.Jika sakit kritis (49 penyakit kritis) : 400 juta (sampai usia 70 tahun)

4.Payor (pembebasan premi dan dibayari premi oleh perusahaan jika terdiagnosis penyakit kritis atau mengalami cacat tetap total) sampai usia 65 tahun.

Ada juga nilai tunai di akhir tahun kesepuluh sebesar Rp 50.525.000 (asumsi pertumbuhan 18%). Nilai tunai ini belum menyamai premi total yang kubayarkan selama 10 tahun (60 juta), karena aku mengambil porsi asuransi yang maksimal. Tak mengapa, karena memang tujuanku adalah proteksi, bukan investasi.

Kalau memang tujuannya proteksi, kenapa tidak ambil asuransi murni? Kan bisa lebih murah?

Alasannya, pertama, aku ingin asuransi yang menyediakan keempat manfaat di atas. Aku tidak tahu adakah asuransi murni (tradisional) yang menyediakan empat manfaat tsb sekaligus, dengan harga yang kompetitif.

Apakah keempatnya harus diambil? Menurutku, ya. Karena asuransi jiwa murni saja tidak cukup. Bagaimana kalau kecelakaan tapi tidak mati, melainkan cacat? Kalau hanya mengambil asji murni, tentu UP-nya tidak cair. Sejauh ini tidak ada metode yang ampuh untuk mencegah kecelakaan. Berhati-hati saja tidak cukup, karena bisa saja penyebabnya kecerobohan orang lain. Satu-satunya cara menghindari kecelakaan adalah berdoa mengharap perlindungan dari Tuhan.

Tentang manfaat sakit kritis, sebetulnya aku pribadi yakin dengan pola hidupku yang sekarang ini, aku tidak akan mengalami sakit kritis, kecuali mungkin saat hendak meninggal. Tapi aku juga tahu potensi itu ada. Bapakku dulu meninggal dunia karena stroke, dan ibuku sekarang punya penyakit maag, asam urat, dan darah tinggi yang sering kumat. Mengambil manfaat sakit kritis adalah tindakan jaga-jaga, karena penyakit model begini biaya berobatnya mahal. Tentunya harapanku adalah tetap sehat sentosa selamanya.

Sedangkan manfaat payor menjamin bahwa rencana keuanganku, yakni mendapat proteksi jiwa sekaligus investasi, tetap berjalan apa pun yang terjadi, sekalipun sakit kritis, cacat total, dan tidak bisa bekerja.

Kedua, aku ingin asuransi jiwa yang bisa berlaku seumur hidup, bukan sampai usia tertentu saja. Asuransi jiwa murni (termlife) paling banter hanya sampai 70 tahun, itu pun dengan premi yang sangat mahal selewat usia 50. Dengan unit link, aku punya keleluasaan apakah tetap sampai 100 tahun ataukah kubatalkan pada usia tertentu (misalnya 70 tahun). Dengan demikian, pada usia 70 tahun, seandainya masih hidup, aku bisa punya pilihan apakah akan mewariskan uang 450 juta (kemungkinan nanti nilainya tidak seheboh sekarang akibat inflasi) kepada keluargaku, ataukah membatalkan asuransi jiwaku dan mengambil hasil investasi yang ada (di ilustrasi nilainya mencapai 948 juta).

Pilihan semacam ini tidak akan kuperoleh di asuransi murni termlife. Memang, menurut teori para perencana keuangan, orang tua umur 70 tahun tidak butuh asuransi jiwa karena hartanya diasumsikan sudah bejibun berkat hasil investasinya sejak masa muda. Tapi punya pilihan tentu lebih menyenangkan. Jika untuk punya pilihan itu aku harus membayar lebih, ya oke-oke saja. Dengan mengambil unit link sekarang, aku bisa menikmati biaya asuransi atau cost of insurance (COI) yang jauh lebih murah di masa tua, dibanding termlife. Dan dana untuk membayar COI itu tidak usah dipikirkan karena akan tertutupi oleh hasil investasi (dengan asumsi kondisi ekonomi sehat, dan tentunya kita mengharapkan demikian. Jika kondisi ekonomi tidak sehat, bukan hanya unit link yang rugi; semua investasi juga rugi, dan asuransi murni juga bisa mengalami gagal bayar klaim).

Ketiga, ada nilai tunai hasil investasi yang akan digunakan untuk merawat manfaat asuransi sampai masa berlakunya berakhir, atau jika butuh uang bisa diambil sebagian tanpa membatalkan manfaat asuransi.

Keempat, belum tentu asuransi murni lebih murah daripada unit link. Memang jika hanya membandingkan unit link vs termlife murni+reksadana, unit link akan kalah, termasuk dalam jangka panjang. Namun jika unit link dibandingkan dengan termlife+(kecelakaan+sakit kritis+payor)+reksadana, aku yakin unit link lebih unggul, termasuk dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, unit link akan lebih tampak lagi keunggulannya. Menurutku, unit link dirancang untuk diambil dengan manfaat yang beragam, bukan satu manfaat saja. Dengan mengambil minimal 2 atau 3 manfaat tambahan, keunggulan unit link akan lebih tampak.

Kelima, jelas unit link lebih praktis daripada mengambil asuransi terpisah dengan investasi. Kepraktisan adalah nilai lebih dari suatu produk, sebab bisa membantu kita menghemat waktu, tenaga, dan pikiran. Jika untuk kepraktisan ini kita membayar sedikit lebih mahal, itu lumrah. Apalagi jika lebih murah.

Keenam, dalam unit link ada agen yang sudah berkomitmen untuk melayani nasabah jika melakukan klaim, sedangkan dalam asuransi tradisional tidak ada. Ini juga nilai tambah yang tidak boleh diremehkan. Jika untuk fasilitas ini kita membayar lebih mahal, tak masalah. Apalagi jika lebih murah.

Kesimpulan: Aku yakin unit link masih lebih baik daripada asuransi murni, dengan catatan:

1.Manfaat proteksinya dimaksimalkan. Perbesar uang pertanggungan meninggal, kecelakaan, dan sakit kritis, sampai jumlah maksimal yang diizinkan oleh program unit link tersebut sesuai premi yang kita bayarkan.

O ya, di sini aku tidak mengambil manfaat kesehatan karena sementara ini aku masih punya kartu Jamsostek dari kantor istriku. Aku tidak tahu berapa plafonnya (kurasa tidak besar), tapi cukuplah untuk sekadar sakit biasa dan dirawat inap di kamar paling murah. Lagi pula pemakaiannya jarang, karena jika aku sakit, aku pilih dibekam saja daripada ke rumah sakit.

2.Tidak salah memilih produk. Mengapa? Karena unit link berbeda-beda dalam segi manfaat yang bisa diberikan dan biaya yang dikenakan. Sebelum memutuskan yang sekarang ini, aku telah melakukan survai terhadap 5 produk unit link (P, T, A, A, dan A J). Insya Allah yang kuambil ini adalah yang terbaik (manfaat paling besar, biaya paling rendah).

3.Agennya berkualitas. Jika anda bertemu agen asuransi, tanya berapa lama dia sudah jadi agen. Semakin lama insya Allah semakin baik, tandanya sudah pengalaman. Tapi juga jangan terlalu tua. Kalau bisa seumuran, sebab dia akan melayani kita seumur hidup kita. Kalau dia meninggal lebih dulu, kita bisa kehilangan fasilitas dilayani agen, kecuali agen di atasnya mau menggantikan.

Lalu tanya pula apakah agen tsb sudah menjadi nasabah dari produk yang dia tawarkan. Jika belum, itu namanya parah. Nyuruh orang beli, dia sendiri tidak pake. Kebetulan agen yang kutemui (aku yang menemuinya, bukan dia menemuiku) sudah enam tahun jadi agen dan kariernya sudah di puncak. Umurnya kelihatannya masih muda, tidak beda jauh denganku. Dan tentunya dengan kekayaan yang dia miliki, dia juga telah menjadi nasabah dari produk yang dijualnya.

Itulah beberapa pertimbangan yang kuambil sebelum memutuskan membeli unit link. Sebelumnya aku sempat anti dengan unit link setelah membaca saran beberapa perencana keuangan yang menganjurkan pemisahan antara asuransi dan investasi. Tapi kupikir para penyedia unit link pun membaca kritik-kritik yang dialamatkan kepada produk mereka. Ada yang sudah memperbaiki produknya, sebagian lagi belum.

Dan aku memilih produk unit link yang kelihatannya telah disempurnakan untuk siap menghadapi kritik tsb. Salah satu cirinya, dulu produk ini mengenakan biaya akuisisi 195%, sekarang biaya akuisisinya 145% dan bisa turun menjadi 118,7% jika aku membayar premi rutin hingga 10 tahun (produk ini memberikan ekstra 5,26% untuk porsi investasi sejak tahun keenam).

Demikian sekadar sharing. Jadi kita tidak sekadar anti dengan unit link tanpa punya pertimbangan yang komprehensif menyangkut sisi kelebihan dan kelemahan suatu produk. Termlife murah, tapi tidak bisa seumur hidup. Unit link lebih mahal, tapi bisa seumur hidup. Selain itu termlife saja belum cukup; kita juga butuh asuransi kecelakaan dan sakit kritis. Unit link memberikan manfaat-manfaat tambahan yang biaya asuransinya akan lebih murah dibanding harus mengambil satu-satu secara terpisah. (Di sini saya belum punya perbandingan dalam bentuk angka, tapi saya yakin setidaknya dalam jangka panjang unit link lebih murah).

Kemudian dari segi investasi, memang reksadana bisa menghasilkan retur yang lebih maksimal. Tapi tentunya kita mengambil unit link bukan dengan tujuan investasi, melainkan proteksi. Hasil investasi yang ada itu fungsinya untuk membayar biaya-biaya asuransi, sehingga sebaiknya tidak kita ambil, kecuali disisakan sejumlah dana yang cukup untuk berkembang sendiri agar kita tidak lagi harus membayar premi. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline