Lihat ke Halaman Asli

asep setiono

Sedulur Papat Limo Pancer

Perkembangan Sastra Lama dalam Bahasa Indonesia

Diperbarui: 11 April 2021   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Karya sastra lama sastra yang berbentuk lisan atau sastra melayu yang tercipta dari suatu ujaran atau sastra atau ucapan. Dalam perkembangannya sastra masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama islam pada abad ke 13. Adapun ciri-ciri karya sastra lama sebagai anonim atau tidak dikenal dengan  nama pengarang yang merupakan sastra lisan atau disampaikan lewat  mulut ke mulut, dan juga sangat terikat oleh aturan-aturan yang ada sehingga sifatnya tidak berkembang dalam bidang prosa kebanyakan bersifat khayalan pada cerita tersebut.

Contoh karya sastra lama yang paling umum yaitu puisi lama dan prosa lama. Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan seperti dalam jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, persajakan atau rima, banyak suku kata dan pola suku. Puisi lama memiliki berbagai macam jenis yaitu mantra, pantun, syair, gurindam, seloka, bidal atau pribahasa, talibun dan karmina.

Mantra adalah puisi tua yang keberadaannya dalam masyarakat melayu bukan sebagai karya sastra melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. Pantun bisa dikatakan sebagai penguat penyampaian pesan karena kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain dengan kata.

Syair puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak yang biasanya terdiri dari empat baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud pengarang. Syair disebut juga puisi lama yang setiap bait terdiri atas empat baris yang berakhiran dengan bunyi yang sama.

Gurindam adalah puisi yang timbul setelah adanya pergaulan dengan orang-orang hindu, biasanya sajak dua baris yang mengandung nasihat.
Seloka semacam bentuk puisi melayu klasik berisikan perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan.

Bidal atau pribahasa mengandung nasihat, peringatan, sindiran. Memiliki kalimat singkat kiasan atau figuratif yang bertujuan menangkis, menyanggah dan menyindir. Pikiran dan perasaan demikian tidak secara langsung, tetapi dengan sindiran dan perbandingan. Kemudian sejenis talibun barisnya 16-20, karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris dan berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abce. Dan yang terakhir adalah karmina, sebuah pantun kilat yang terdiri atas 2 baris sebagai sampiran dan baris kedua sebagai isi berupa sindiran dengan rumus rima a-a.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline