Lihat ke Halaman Asli

Masjid Tempat Persembunyian Si Pitung

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki Jl Masjid I, Kampung Melayu Besar, Jakarta Selatan, kita akan menjumpai sebuah masjid bernama Masjid Al-Atieq. Masjid ini merupakan peninggalan Sultan Banten pertama, Maulana Hasanuddin. Masjid ini dibangun ketika putra Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati itu melakukan kunjungan ke Jayakarta. Menurut buku Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, masjid ini berdiri bertepatan dengan berdirinya masjid yang berada di Banten dan Karang Ampel (Jawa Tengah). Jadi, masjid ini dibangun ketika Walisongo berkiprah di Tanah Jawa. Tak heran jika arsitektur masjid ini memiliki kemiripan dengan arsitektur masjid yang dibangun para wali.

Seperti juga masjid-masjid tua lainnya, masjid Al-Atieq yang berarti “rumah tua” telah beberapa kali direnovasi. Luas masjid sebelumnya dapat dilihat pada batas keempat tiang yang berdiri kokoh di dalamnya.

Ketika Pangeran Jayakarta dan pasukannya hendak menuju pusat kota Jayakarta melalui Ciliwung dengan perahu pada awal 1619, salah satu rombongan secara kebetulan melihat sebuah masjid yang tidak terpelihara, bahkan nyaris roboh. Sebagian dari mereka lantas memutuskan memperbaiki masjid sekaligus menetap di wilayah itu yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pengusaha sado. Karena itu awalnya masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Kandang Kuda.

Konon, masjid itu merupakan tempat persembunyian Si Pitung dan Ji’ih, jago Betawi yang terkenal membela rakyat kecil dan menentang kolonial Belanda. Sebelumnya, saat masih dalam penjara, Pitung sempat menyelundupkan surat kepada pengurus Masjid Al-Atieq dengan nama Salihoen. Pitung dan Ji’ih berhasil melarikan diri dari penjara Meester Cornelis (Jatinegara) pada 1890. Mereka melarikan diri dengan menyusuri sungai Ciliwung. Karena kelelahan terus-menerus dikejar Kumpeni, dua sahabat itu bersembunyi di masjid Al-Atieq yang terletak di pinggiran sungai. Beruntung, ulama dan jamaah masjid yang tahu ada berita santer pelarian pribumi dari penjara Meester tersebut, menyembunyikan mereka di dalam masjid.

Pitung dan Ji’ih mujur. Rupanya masyarakat sekitar masjid tahu reputasi jago dari Rawabelong itu. Jadi, bersembunyi berbulan-bulan di masjid tak jadi masalah bagi mereka berdua dan jamaah masjid. Keberadaan mereka di masjid itupun ditutupi oleh masyarakat sekitar saat Kumpeni mencarinya.

Kini Masjid Al-Atieq telah berubah wajah. Sebagian besar material masjid yang dulu dibangun dengan bahan kayu telah diganti dengan beton. Sedangkan sisa-sisa bangunan asli masih bisa dilihat pada bentuk kubahnya yang berbentuk prisma bersusun tiga dan  pada sebagian pintu berdaun dua dan berpatri timah serta sederetan jendela kaca di bagian atas sebelah barat.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline