Lihat ke Halaman Asli

Asep Setiawan

Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Jangan Marah Ketika Ada Masalah

Diperbarui: 26 Januari 2025   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fenomena generasi strawberry menjadi tantangan tersendiri buat kita orang tua. Saya mengalami sendiri. Pernah suatu kali, anak saya yang baru saja belajar di SMP di sebuah Sekolah Penggerak di Kota Tangerang, merasa kelelahan yang luar biasa. Seharian bermain futsal lalu lanjut basket, tiba-tiba saja dia merasa badannya lemas dan ia mengeluh tidak ingin pergi ke sekolah besok paginya. Hari itu, saya melihat dia hanya terbaring di tempat tidur, dengan mata yang sayu, seakan dunia ini terlalu berat untuk dijalani. Saya mengerti bahwa tubuhnya mungkin memang butuh istirahat, tetapi ada satu hal yang saya ingin ajarkan: kesulitan adalah bagian dari proses belajar.

"Saat kita merasa lelah, itu bukan berarti kita menyerah, tapi itu adalah saat kita beristirahat sebentar untuk kembali lebih kuat," saya berkata dengan lembut. Saya menyadari bahwa di setiap kesulitan yang dia alami, ada potensi untuk tumbuh dan belajar. Jadi, saya tidak membiarkan dirinya terlalu lama terlarut dalam rasa malas atau marah dalam aktivitas belajar. Setiap kali dia merasa frustasi dengan hafalan Qur'an, atau merasa kesulitan memahami matematika, saya mengingatkan dia bahwa kesulitan itu wajar dan adalah hal yang membantunya menjadi lebih cerdas.

Ada kalanya dia tampak sangat kesal ketika ada ayat yang begitu sulit dia hapal atau ketika dia tidak mampu menyelesaikan soal-soal matematika yang rumit. Di saat itulah saya memilih untuk duduk di sampingnya, membantu bukan dengan memberi jawaban langsung, tetapi dengan mengajaknya berpikir lebih luas. "Tidak apa-apa jika kamu merasa kesulitan. Ini adalah cara kita belajar. Apa yang bisa kita coba dari sini?" saya sering menanyakan.

Saya merasa bahwa mengajarkan anak saya untuk melihat kesulitan sebagai peluang adalah cara terbaik untuk membekalinya dengan ketahanan mental yang kuat. Seiring berjalannya waktu, dia mulai menyadari bahwa ketika dia menghadapi rasa frustasi, ada kemudahan di balik itu jika dia terus berusaha. Kini, ketika dia merasa marah atau lelah dengan segala hal aktivitas sekolah, saya melihatnya lebih sabar dan berusaha mencari solusi daripada menyerah begitu saja.

Ini bukan hanya tentang anak saya, bagaimana dia bersikap terhadap kesulitan, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai orang tua bisa membantu anak-anak kita mengubah pandangan mereka terhadap tantangan hidup. Tampaknya anak-anak perlu belajar untuk menerima kesulitan, keluar dari kesulitan, mengenali apa-apa yang bisa memperbesar masalah dan mana yang bisa meredam dan mengatasi masalah, karena pada akhirnya mereka harus tahu bahwa kesulitan adalah bagian dari perjalanan menuju keberhasilan dan keberuntungan. 

Kisah Kesempatan yang Ditemukan dalam Kesempitan

Ada sebuah pepatah tua yang mengatakan, "Di balik awan gelap, matahari selalu menunggu untuk bersinar." Begitu pula dalam hidup, masalah sering kali datang menyamar sebagai musibah, padahal sebenarnya membawa berkah. Dalam setiap kesempitan, tersembunyi kesempatan. Mari kita lihat bagaimana keberuntungan menemukan jalan kepada mereka yang pantang menyerah.

Mengubah Perspektif tentang Masalah

Masalah sering kali datang seperti badai di tengah lautan, menghantam perahu kehidupan kita tanpa peringatan. Namun, apa yang kita anggap sebagai hambatan terkadang justru adalah pintu yang membawa kita menuju keberuntungan yang tak terduga. Masalah, jika kita lihat dengan mata hati yang jernih, bukanlah musuh, melainkan guru yang mengajarkan pelajaran berharga tentang kekuatan, kreativitas, dan ketangguhan.

Kita sering terjebak dalam pola pikir bahwa masalah adalah tanda kegagalan. Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa banyak pencapaian besar lahir dari kesulitan yang tampaknya tak teratasi. Seperti biji yang harus terbenam dalam kegelapan tanah kemudian ditindih pula dengan batu, sebelum tumbuh menjadi pohon yang kokoh, manusia pun sering kali menemukan kebesaran dirinya dalam tekanan hidup.

Mari ubah cara kita melihat masalah. Jangan biarkan mereka menjadi batu sandungan yang menghentikan langkah kita. Sebaliknya, anggaplah mereka sebagai batu loncatan menuju peluang baru. Apa yang tampak seperti akhir mungkin saja adalah awal dari kisah terbesar dalam hidup kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline