Matematika Baru untuk Memahami Sistem Kompleks: Menjembatani Reduksionisme, Emergensi, dan Teori Holon
Abstrak
Perdebatan antara reduksionisme dan emergensi telah lama membatasi upaya memahami fenomena kompleks dalam ilmu pengetahuan. Reduksionisme berfokus pada elemen-elemen fundamental, sementara emergensi mengemukakan sifat baru yang muncul dari interaksi skala tinggi. Di tengah ini, teori holon menawarkan pandangan hierarkis, tetapi masih memerlukan formalitas operasional. Dalam makalah ini, kami memperkenalkan Teori Hierarki Interaksi Adaptif, sebuah kerangka baru yang menjembatani ketiga pendekatan tersebut dengan mendefinisikan interaksi pada berbagai level sebagai elemen kunci dinamika sistem kompleks.
Kami memperkenalkan tiga komponen utama: level interaksi sebagai hierarki skala interaksi, susunan interaksi sebagai konfigurasi matematis melalui kombinasi dan permutasi entitas, dan bobot interaksi yang mencakup interaksi positif, nol, dan negatif untuk menjelaskan dinamika konstruktif hingga destruktif. Representasi tensor multi-level digunakan untuk memodelkan sifat emergen. Kemudian formalisme matematisnya kami perluas dengan menambahkan komponen probabilitas interaksi, stabilitas interaksi dan interaksi integral dari semua komponen.
Kami memberikan sejumlah contoh validasi empiris seperti pada evolusi biologi, evolusi peradaban, evolusi organisasi bisnis, dan evolusi semesta. Hasilnya menunjukkan bahwa teori ini tidak hanya mampu menjelaskan sifat emergen pada skala tinggi, tetapi juga mengatasi keterbatasan reduksionisme dengan mekanisme bottom-up yang terukur.
Teori ini menawarkan paradigma baru yang mengintegrasikan reduksionisme, emergensi, dan holon sebagai satu spektrum hierarkis. Dengan menghubungkan evolusi biologi, evolusi peradaban, evolusi organisasi bisnis, dan evolusi semesta sebagai fenomena hirarki interaksi adaptif, teori ini menantang batasan ilmu pengetahuan modern dan membuka jalan menuju revolusi dalam memahami sifat fundamental alam semesta.
Cara Mudah Memahami Teori
Cara termudah untuk memahami keseluruhan teori ini adalah dengan tiga warna dasar tradisional yaitu merah, kuning, dan biru. Interaksi level 2 yang melibatkan 2 warna, misalkan mencampurkan merah dengan kuning akan menghasilkan warna orange, merah dan biru jadi ungu, serta kuning dan biru jadi hijau. Sementara pada level 3 dengan melibatkan 3 warna sekaligus, campurannya akan menghasilkan warna coklat. Orange, ungu, hijau , dan coklat bukanlah sifat emergen tapi hasil interaksi pada level yang berbeda. Jika kita menambahkan bobot interaksi, maka kita bisa menghasilkan banyak sekali nuansa warna. Tentu saja teori yang kami bawa ini lebih kompleks dari itu, karena bukan saja melibatkan level interaksi dan bobot interaksi yang menggambarkan kompleksitas interaksi, tapi juga susunan interaksi, probabilitas interaksi, stabilitas interaksi, dan interaksi total.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Perdebatan panjang antara reduksionisme dan emergensi telah menjadi inti dari diskusi filosofis dan ilmiah sejak abad ke-17 hingga kini. Dimulai dengan dua aliran utama dalam filsafat alam pada masa tersebut, mekanisme dan vitalisme, kedua pandangan ini memperkenalkan dasar yang bertahan hingga kini.