Lihat ke Halaman Asli

Asep Setiawan

Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Skenario AI di Indonesia

Diperbarui: 22 November 2024   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Pendahulauan

Indonesia menunjukkan perkembangan signifikan dalam penerapan teknologi AI, termasuk chatbot dan aplikasi generatif lainnya. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah salah satu pasar terbesar di Asia Tenggara untuk adopsi AI, karena populasi yang besar dan peningkatan penetrasi internet. Platform seperti Kata.ai dan Bahasa.ai menargetkan penggunaan AI dalam bahasa lokal untuk kebutuhan pelanggan Indonesia. Laporan IBM menunjukkan bahwa sektor keuangan dan manufaktur di Indonesia mengadopsi AI untuk layanan pelanggan, analitik data, dan pengoptimalan proses, meskipun adopsi ini masih dalam tahap awal dibandingkan dengan negara maju seperti AS atau China. Sedangkan secara global, negara-negara seperti Amerika Serikat, China, dan India memimpin penggunaan chatbot dan AI generatif, sedangkan Indonesia belum masuk dalam daftar lima besar, namun terus memperlihatkan pertumbuhan signifikan di tingkat lokal dan regional.

Semua data ini menunjukan Indonesia saat ini berada di ambang revolusi digital dengan penggunaan AI yang semakin meluas. Dengan akses yang lebih mudah terhadap teknologi dan berbagai inovasi dalam sektor teknologi, Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan penggunaan AI tertinggi di dunia, berdiri sama tinggi dengan AS, RRC, India, Jepang dan Inggris.

Tantangan dan Hambatan

Penggunaan AI di Indonesia menghadapi beberapa tantangan dan hambatan yang perlu diatasi agar potensi teknologi ini dapat dimanfaatkan secara optimal.

1. Ketergantungan pada Layanan AI Gratis dan Open Source

Salah satu alasan utama penggunaan AI yang masif di Indonesia adalah karena teknologi ini masih tersedia secara gratis dan open source. Banyak platform AI menyediakan layanan tanpa biaya untuk publik, dengan harapan bisa memperoleh pendanaan dari investor yang mendukung pengembangan teknologi tersebut. Investor global, yang melihat potensi besar dalam adopsi AI, terus menggelontorkan dana dengan ekspektasi keuntungan tinggi di masa depan.

Namun, investor yang telah mengucurkan dana besar untuk pengembangan AI memiliki ekspektasi return on investment (ROI) yang tinggi. Jika keuntungan yang didapatkan tidak sesuai harapan, maka pendanaan ini akan terhenti, yang pada gilirannya memaksa developer AI untuk mengubah model bisnis mereka. Opsi yang paling mungkin adalah mengalihkan layanan mereka ke model berbayar, menawarkan fitur gratis dengan slot iklan, atau dengan fokus layanan kepada pengguna korporasi. Ini bisa menciptakan hambatan biaya yang mengurangi akses ke teknologi AI, terutama di kalangan pengguna individu, UMKM, dan kalangan masyarakat dengan daya beli rendah.

2. Tantangan dalam Akses dan Adopsi AI di Masyarakat

Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah ketimpangan akses terhadap teknologi. Meskipun AI berkembang pesat di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, banyak daerah di luar kota-kota besar yang masih mengalami kesulitan dalam mengakses internet cepat dan perangkat yang mendukung teknologi ini. 

Menurut laporan We Are Social 2024, sekitar 50% penduduk Indonesia masih belum terjangkau oleh layanan broadband yang memadai, yang memperburuk kesenjangan dalam adopsi teknologi AI.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline