Manusia Harus Selalu Berada di Atas Teknologi yang Diciptakannya
"Bangsat!", begitu makian kasar sejumlah tetangga ketika melihat tumpukan sampah terutama sampah plastik kembali menggunung di tepi danau kecil di sekitar komplek perumahan kami. Setiap kali kami melakukan kerja bakti gotong royong di lingkungan kami, gunungan sampah ini selalu membuat kami geram. Siapa sih pelaku pembuangan sampah ini?
Begitulah, kita menciptakan plastik, dengan segala manfaat dan kemudahan yang diberikannya, tapi kita tidak pernah bisa mengatasi masalah dan ekses yang dibawanya, bahkan sampai kini. Plastik merusak habitat dan ekosistem kita dari tanah, air, dan lautannya. Kesehatan jasmani kita pun dipertaruhkan.
Tapi ironi juga lucu sih, di satu sisi kami mencaci sampah plastik, tapi kami warga komplek juga seperti berlomba meludahi langit dengan asap karbondioksida dari knalpot kendaraan kami. Motor dan mobil yang jumlahnya sering lebih dari satu nongkrong di halaman rumah-rumah kami masing-masing, bahkan sampai menutupi akses jalan dalam komplek. Kami juga sebenarnya pantas menerima cacian dari mereka yang terkena ispa dan asma.
Manusia berhasil menciptakan teknologi, berupa plastik dan mesin berbahan bakar fosil, tapi hampir putus asa mengatasi masalah dan ekses yang dihasilkannya.
Manusia menciptakan teknologi yang dengan itu kita terpenjara olehnya dan saling bunuh dengannya.
Lalu bagaimana dengan AI?
Silahkan saja menyebutkan seribu atau sejuta manfaat dan keunggulan AI untuk manusia dan peradabannya, tapi pastikan kita secara kolektif dapat mengatasi masalah dan ekses yang dibawa serta olehnya.
Apapun teknologi dan kemajuan peradaban yang kita manusia capai, kita harus pastikan kita selalu berada di atas teknologi yang kita ciptakan itu. Secara individual pun, hendaknya setiap diri sadar, tahu, dan mampu memberikan kontribusi untuk mengatasi masalah dan eksesnya.
Bahan Bacaan Lanjutan: