Tafsir Einstein Atas Al Qur'an
Bagian Satu
Pendahuluan
Al Qur'an dalam beberapa ayat seperti dalam surat Al Hajj : 47, Al Sajdah : 5, dan Al Ma'arij : 4 mengatakan satu hari setara dengan seribu tahun, atau bahkan lima puluh ribu tahun. Bagaimana bisa? Apakah ini berarti bermakna "kadar nilai" seperti malam Lailatul Qadr di mana satu malam setara dengan seribu bulan. Apakah ini hanya karena perbedaan perhitungan dalam sistem kalender antara tahun matahari dengan tahun bulan seperti dalam kisah Ashabul Kahfi. Apakah ini hanya soal persepsi saja, seperti persepsi waktu ketika orang tidur dan terjaga, orang diam dan orang yang bergerak, ataupun orang yang sedang dalam kondisi senang dengan orang ketika dalam kondisi susah.
Konsep Waktu Menurut Pemikir Islam
Baik Al Ghazali, Al Kindi, Ibnu Rusy, Ibnu Hazm, dan Ibnu Farabi, baik dari mahzab Asya'ari maupun Mutazillah, memahami teks-teks ayat itu berkaitan dengan persepsi manusia. Dengan pendekatan filsafat, metafisika, dan mistik mereka masing-masing secara umum memahami ini sebagai fenomena rlativitas waktu yang dipengaruhi sisi psikis dan fisiologi diri manusia.
Walaupun ayat-ayat al Qur'an itu secara eksplisit mengungkapkannya dalam bahasa matematika dengan menyebut secara langsung bilangan seribu dan lima puluh ribu, tak ada satu pun dari para pemikir Islam itu yang menggunakan pendekatan matematis untuk menjelaskan fenomena relativitas waktu
Kita tidak mendapati ahli-ahli matematika Islam seperti Al Khawarizmi, Umar Khayyam, Ibnu Haytam, Al Biruni, Al Khasi, maupun Al Tusi yang memecahkan masalah perbandingan satu hari setara dengan 1000 tahun ( yang berarti 1:360.000 ) dan masalah perbandingan satu hari setara dengan lima puluh ribu tahun ( yang berarti 1:18.000.000 ) dengan solusi matematis dan geometris.
Walaupun tidak sampai menemukan solusi matematis dan geometris terhadap waktu, para pemikir Islam pada abad ke 9 - 14 itu sudah sampai kepada tiga kesimpulan berkaitan dengan waktu.
1. Kesatuan ruang-waktu.
Ruang dan waktu hadir bersamaan, tidak dapat dipisahkan. Jika ruang lenyap, maka waktu juga lenyap.
2. Relativitas Waktu.
Waktu itu relatif tergantung kerangka acuan dan pengamat. Kerangka acuan inilah yang menyebabkan waktu bisa melambat atau dipercepat. Waktu dalam kerangka acuan manusia bisa seribu atau lima puluh ribu tahun, tapi dalam kerangka acuan Tuhan adalah satu hari.
3. Waktu itu terbatas dan diskrit.
Waktu mempunyai awal dan akhir. Waktu awal dan waktu akhir sudah eksis dalam satu log atau balok ruang-waktu. Waktu tidak bersifat mengalir tanpa putus, tapi tersusun dari gabungan unit-unit waktu yang sangat kecil. Pandangan bahwa waktu adalah diskrit, saya kira adalah pemahaman yang sangat revolusioner dan mind-blowing.