Lihat ke Halaman Asli

Asep Setiawan

Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Bagaimana Bersikap terhadap Realitas dalam Mekanika Kuantum

Diperbarui: 9 April 2023   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Bagaimana Bersikap Terhadap Realitas Kuantum

Walaupun didukung oleh metodologi yang kuat dan eksperimen yang konsisten, secara instuitif kita merasa ada yang salah dalam mekanika kuantum. Kesalahannya mungkin bukan dari segi metodologi, bukan dari segi eksperimen, ataupun sisi sains bakunya (yang dalam bahasa fisika kuantum biasa disebut sebagai measurement problem), tapi lebih kepada kesimpulan, implikasi, interpretasi, dan konsekuensinya terhadap realitas dan giat kehidupan kita sehari-hari.

Kita melihat ada kesenjangan yang besar sekali antara realitas kuantum dengan realitas kehidupan kita. Kesenjangan itu mirip dengan Kesenjangan antara intentional psychology  dengan behavioral psychology.

Behavioral psychology berkutat pada sikap, perilaku, kepribadian, ekspresi, dan tindakan seseorang. Behavioral psychology lebih mudah dipahami dengan pengamatan, pengukuran, penilaian, dan eksperimen, sehingga membuatnya terasa lebih empiris. Sementara hal yang sama sulit dilakukan pada intentional psychology.

Intentional psychology berusaha mengungkap isi jiwa, hati, emosi, dan niat seseorang. Bagaimana kita bisa menyelami kedalaman niat, jiwa, ruh, dan emosi? Ini pertanyaan yang tidak bisa dibilang mudah. Siapa yang bisa memastikan apa yang ada di pikiran seseorang, apa yang dia rasakan, rencananya, inner talking-nya, lintasan pikiran dan riak hatinya, dan niatnya yang sesungguhnya?

Sigmund Freud dan Carl Jung berusaha keras mengungkapkan misteri psikologi itu dan mencari jembatan antara intentional psychology dengan behavioral psychology. Metode yang digunakan pun bisa dikatakan aneh yaitu melalui mimpi, hipnotis, wawancara, dan asosiasi. Tapi kita secara instuitif sepakat itu tidak mampu mengungkapkan semua isi jiwa dan pikiran seseorang. Ini karena kita menyadari bahwa seseorang masih akan mampu menyembunyikan banyak hal tetap sebagai rahasia dirinya dan seseorang pun bisa memanipulasi perilakunya untuk mengecoh orang lain. Apa yang bisa kita jangkau hanya sebatas membaca niat yang tampil ke permukaan sebagai sikap, tindakan, dan ekspresi saja, selebihnya tetap rahasia.

Kegelisahan kita terhadap fenomena psikologi, juga adalah kegelisahan yang sama terhadap fenomena mekanika kuantum.

Kegelisahan seperti ini bukan cuma milik kita orang awam yang tidak paham secara detail ilmu fisika, tapi bahkan seorang genius fisika seperti Albert Einstein merasakan hal yang sama. Terlepas dari benar atau salah, Einstein mempunyai kegelisahan dan keraguan yang sama dengan kita orang awan dalam hal relasi realitas  kuantum tersebut dengan realitas keseharian kita.

Menanggapi realitas superposition, Einstein berkomentar God doesn't play dice. Bahkan Einstein mencemooh realitas entanglement sebagai spooky action at distance. Kita tidak tahu pasti bagaimana komentar Einstein terhadap realitas tunnelling, apakah dia juga akan sama seperti kita yang menganggap itu sebagai fenomena jin.

Neils Bohr mengatakan bahwa realitas kita dibangun oleh sesuatu yang tampaknya bukan sesuatu yang real. Superposition, entanglement, dan tunneling merupakan tiga prinsip dasar dalam mekanika kuantum, dan sulit bagi kita mengatakan ketiganya itu sebagai sesuatu yang real.

Bagaimanakah kita memahami dalam keseharian kita suatu objek yang ada dalam setiap keadaan dan setiap tempat pada waktu yang bersamaan dan simultan seperti dalam superposition?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline