Lihat ke Halaman Asli

Asep Setiawan

Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Haji: Kuota, Daftar Tunggu, Haji Furoda, dan Haji Metaverse

Diperbarui: 9 Juli 2022   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


"Bu Haji," begitu biasanya para pedagang di pasar becek langganan menyapa dan memberi sebutan kepada Ibu saya, padahal Ibu saya belum pernah menunaikan ibadah Haji. Dipanggil Ibu Haji tentu saja ibu saya merasa senang. Panggilan itu sebenarnya bukan panggilan yang istimewa-istimewa banget, tapi umum diberikan kepada siapa saja Ibu-ibu yang berkerudung dan Bapak-bapak yang berkopiah, entah sudah berhaji beneran ataupun tidak.

Bagi sebagian orang, jika telah berhaji, maka dia merasa telah sempurna menjadi Muslim. Setelah menggenapkan enam Rukun Iman, dan dengan menunaikan ibadah Haji menggenapkan Rukun Islam yang lima, maka terasa sempurnalah Iman Islam mereka. Ada kebanggaan sendiri jika telah menunaikannya. Kebanggaan itu bukan semata karena status sosial yang lebih baik dengan sebutan Bapak dan Ibu Haji, tapi telah sempurna dia dalam menjalankan sebuah kewajiban agama.

Kebanggaan itu juga lahir dari besarnya perjuangan dan pengorbanan untuk bisa menunaikan Rukun Islam yang kelima itu. Mereka harus menyediakan cukup banyak dana untuk ONH dari hasil menabung lama, mempersiapkan fisik yang prima, dan masa tunggu yang sangat lama. Ketika nama mereka telah ditetapkan sebagai orang yang pasti berangkat, maka itu jadi terasa seperti mukjizat. Kegembiraan, rasa syukur, dan rasa bangga membuncah.

Seharusnya tahun ini masih ada 10 ribu jemaah haji yang bisa berangkat, karena adanya kupta tambahan. Tapi karena waktu persiapkannya mepet, konon seperti pengakuan Pemerintah, maka kuota sebesar itu tidak dimanfaatkan. Sayang sekali. Terutama jika melihat daftar tunggu haji yang bisa di atas 30 tahun.

Kuota yang gagal dieksekusi ini pula patut disayangkan jika mengingat selama dua tahun ini tidak ada ibadah Haji internasional karena terhambat Pandemi Covid. Jeda dua tahun itu jelas memperpanjang daftar tunggu Haji.

Sebenarnya tidak usah menunggu waktu sampai puluhan tahun juga sih jika saja mau dan mampu merogoh kantong lebih dalam. Ada ONH Plus dan ada Haji Furoda yang kuotanya cukup besar juga. Tahun 2022 ini kuota Haji Khusus ini hampir mencapai jumlah 8 ribu orang. Cuma memang jalur Haji Khusus ini sangat mahal. Haji Furoda misalnya biayanya bisa mencapai 10 kali lipat Haji Reguler. Sedangkan ONH Plus hanya sekitar 5 kali biaya Haji Reguler. Dengan Haji Furoda waktu tunggu bisa dipangkas hanya cuma cukup 2 pekan saja.

Fakta ini sebenarnya ironi, karena memberi kesan jika ada uang apa pun bisa diadakan dan diusahakan, termasuk dalam urusan ibadah. Selalu ada tempat istimewa untuk orang-orang kaya itu dalam kondisi, situasi, dan peristiwa apapun. Ironi semakin bertambah ketika mengingat bahwa ibadah Haji membawa misi egalitarian dan solidaritas Umat Manusia.

Haji Furoda jika prinsipnya adalah undangan kehormatan dengan maksud diplomatik seharusnya gratis, bukan malah dikenakan biaya sangat lebih mahal. Haji Furoda semakin memperkuat imej bahwa ibadah seringkali dimanfaatkan sebagai aktivitas bisnis belaka. Apa pun dibisniskan. 

Tantangan ibadah Haji di masa depan adalah bagaimana mempersingkat waktu tunggu dan meminimalkan biayanya.

Untuk menjawab persoalan itu, ada usulan untuk membolehkan melakukan Haji Metaverse. Platform digital dan maya itu secara matematika bisa memangkas banyak sekali baik biaya maupun waktu tunggu.

Tapi usulan genius ini terhambat aturan syariah bahwa ibadah Haji mensyaratkan kehadiran secara fisik di Padang Arafah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline