Lihat ke Halaman Asli

Mengalir Bersama Takdir di Bumi Serasan Sekate

Diperbarui: 15 Desember 2024   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ALat Transportasi dari Palembang ke Karang Agung - Lalan Musi Banyuasin (dokumen pribadi)

Mengalir Bersama Takdir di Bumi Serasan Sekate

Takdir adalah ketetapan Allah yang mencakup seluruh perjalanan hidup manusia (dari awal hingga akhir) yang telah dirancang dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya. Takdir mencakup segala sesuatu yang terjadi, baik itu kebahagiaan maupun ujian, keberhasilan maupun kegagalan, semuanya terjadi sesuai kehendak-Nya. Namun, takdir bukan sekadar garis mati. Di dalamnya, manusia diberi ruang untuk berusaha, memilih, dan mengambil keputusan, sementara hasil akhirnya tetap berada dalam kuasa Allah. 

Takdir mengajarkan manusia untuk berserah diri, percaya bahwa setiap peristiwa memiliki maksud dan tujuan yang lebih besar, meskipun kadang sulit dipahami. Dalam Islam, takdir terbagi menjadi dua: takdir mubram, yang tidak dapat diubah, seperti kelahiran dan kematian, dan takdir mu'allaq, yang dapat dipengaruhi oleh doa, usaha, dan ikhtiar. 

Dengan memahami takdir, manusia diajak untuk menerima apa yang telah ditetapkan dengan penuh kerendahan hati, sembari terus berjuang menjalani hidup dengan optimisme dan keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik.

Berkenaan dengan hal tersebut, perjalanan hidup saya ditakdirkan penuh liku dan dinamika. Jalan yang saya tempuh sering kali diwarnai pahit getir yang harus dijalani dengan kesabaran, serta susah payah yang terasa dan meninggalkan jejak mendalam dalam hati. Namun, saya meyakini bahwa setiap langkah adalah bagian dari takdir yang telah Allah tetapkan. 

Dalam takdir mu'allaq, saya berusaha menjalani hidup dengan sepenuh hati, tanpa melupakan doa dan usaha sebagai wujud penghambaan dan keyakinan kepada-Nya. Sebab, hanya dengan bersandar kepada Allah dan tidak berhenti berikhtiar, setiap kesulitan dapat menjadi pelajaran, dan setiap perjuangan akan menemukan maknanya.

Suatu malam, istri saya bercerita tentang kawannya, Bu Semiyati, yang baru saja diangkat menjadi PNS dan ditugaskan di Karang Agung. Dengan nada prihatin, ia berkata, "Kalau berangkat dari Palembang, harus naik speedboat 200. Tapi kalau mau pulang, harus menunggu tengah malam, karena speedboat ke Palembang baru ada jam 2 pagi." 

Mendengar itu, saya hanya bisa menjawab, "Kasihan juga ya. Tapi memang masuk akal kalau guru agama Hindu ditempatkan di sana, karena di daerah itu banyak masyarakat yang beragama Hindu." Perbincangan itu mengingatkan saya pada beratnya perjuangan para guru, khususnya yang bertugas di daerah terpencil dengan akses yang begitu terbatas.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, begitu saya dinyatakan lulus tes CPNS, saya justru ditempatkan di daerah yang pernah diceritakan isteri saya tersebut. Rasanya seperti sebuah kebetulan yang terlalu tepat untuk diabaikan. Mungkin, perkataan itu adalah alamat atau tanda dari Allah (pesan tersembunyi) yang hanya dapat dimengerti setelah semua terjadi. Terkadang, kehidupan memberi kita petunjuk yang tidak kita sadari sampai kita benar-benar mengalaminya sendiri. Inilah takdir yang haus saya jalani.

Naik Speedboat

Ketika pertama kali berangkat untuk menjalankan tugas, saya merasakan bagaimana lelah dan letihnya perjalanan naik speedboat dari pagi sampai sore hari. Jika kebanyakan orang dapat menempuh perjalanan ke tempat tugas dan pulang di hari yang sama (meskipun membutuhkan waktu 4 hingga 5 jam) situasi saya jauh berbeda. Untuk mencapai lokasi tugas, saya harus menginap dan baru bisa pulang ke rumah seminggu sekali. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline