Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin Baru, Menteri Baru, Kurikulum Baru (?)

Diperbarui: 8 Oktober 2024   19:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iluatrasi dibuat dengan Canva

Pemimpin Baru, Menteri Baru, Kurikulum Baru (?)

Dua belas hari lagi, pada 20 Oktober 2024, Indonesia akan memiliki presiden dan wakil presiden baru. Pasangan terpilih dalam pemilihan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming akan dilantik untuk memimpin negara ini pada hari itu.

Pelantikan ini membawa optimisme baru bagi rakyat Indonesia, terutama bagi mereka yang telah mempercayai pasangan ini. Banyak orang berharap kepemimpinan baru ini akan mampu membawa perubahan yang positif, mendorong Indonesia ke arah yang lebih maju, berdaya saing, dan sejahtera di tengah berbagai tantangan yang dihadapi negara.

Rakyat berharap visi dan inisiatif Prabowo dan Gibran dapat terwujud, membuka babak baru dalam pembangunan nasional yang lebih inklusif dan berkelanjutan berkat latar belakang dan pengalaman mereka.

Dalam sistem pemerintahan demokrasi, setiap pergantian presiden membawa perubahan besar, termasuk perubahan dalam struktur kabinet. Kebiasaan lima tahunan ini termasuk pergantian menteri, termasuk Menteri Pendidikan, yang berdampak langsung pada kebijakan pendidikan nasional.

Setiap kali seorang menteri baru menjabat, seringkali kebijakan yang diterapkan sebelumnya berubah. Hal ini menyebabkan pendidik, terutama guru, khawatir apakah perubahan ini akan menyebabkan pergantian kurikulum.

Perubahan kebijakan di dunia pendidikan bukanlah hal yang asing. Setiap menteri memiliki visi dan misi yang dianggap sesuai dengan arah pembangunan negara, termasuk sistem pendidikan. Perubahan dalam kurikulum adalah salah satu komponen yang paling sering dipengaruhi.

Sebagai orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kurikulum, para guru paling mengalami dampak. Guru harus beradaptasi dengan materi baru, metode pengajaran yang berbeda, dan format evaluasi yang berbeda setiap kali kurikulum berubah.

Ketidakpastian ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi seorang guru. Pergantian kebijakan dapat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk memperbarui sistem pendidikan agar lebih sesuai dengan zaman.

Namun, perubahan kebijakan yang terlalu sering, terutama kurikulum, dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakstabilan dalam proses belajar-mengajar. Guru yang sudah terbiasa dengan kurikulum tertentu harus kembali belajar dan menyesuaikan diri dengan kebijakan baru, yang dapat memakan waktu dan tenaga.

Pergantian kurikulum sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi guru di daerah. Guru di daerah lebih lambat mendapatkan informasi dan pelatihan dibandingkan dengan guru di perkotaan, sehingga banyak dari mereka tetap dengan kurikulum lama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline