Lihat ke Halaman Asli

Tips dan Trik Membuat Pantun

Diperbarui: 6 Juni 2024   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Flyer pertemuan ke-14 KBMN PGRI Gel. 31

Kegiatan malam ini adalah pertemuan ke-13 dari Gelombang ke-31 yang berjudul "Kaidah Pantun" Acara ini menghadirkan narasumber bapak Miftahul Hadi, S.Pd., dengan Arofiah Afifi, S.Pd. sebagai moderator.

Kegiatan dimulai dengan pembacaan do'a untuk memohon kelancaran dan keberkahan acara. Setelah itu, moderator menyampaikan bahwa kuliah malam ini akan dibagi menjadi empat sesi utama, yaitu Pembukaan, Pemaparan Materi, Tanya Jawab, dan Penutup.

Sebelum diserahkan ke Narasumber, moderator pun berpantun

Ke Purwakarta minum es barbar

Terasa betah baunya harum

Karena peserta sudah tak sabar

Mohon Pak Miftah masuk ke forum

Narasumber menyambut pantun moderator dan sebagai tanda dimulainya sesi pemaparan materi

Mawar sekuntum tumbuh di taman,

Daun salam tumbuh di kota,

Assalamualaikum saya ucapkan,

Sebagai salam pembuka kata.

Selanjutnya narasumber mengenalkan diri, karena ahli pantun ya perkenalannya dengan pantun, begini pantunnya

Banjir kanal tanahnya lempung,

Membabat semak di pinggir kali,

Salam kenal saya mas Mif guru kampung,

Dari Demak berjuluk kota wali.

Setelah memperkenalkan diri beliau memulai materi dengan membahas apa itu pantun

Apa itu Pantun?

Pada hakikatnya, sebagian besar kesusastraan tradisional Indonesia membentuk pondasi dasar bagi pertunjukan genre campuran yang kompleks. Salah satu contohnya adalah "randai" dari Minangkabau wilayah Sumatra Barat, yang memadukan seni musik, tarian, drama, dan bela diri dalam sebuah pertunjukan seremonial yang spektakuler. Randai tidak hanya menggambarkan keindahan dan keragaman budaya Minangkabau, tetapi juga menampilkan kekayaan dan kompleksitas seni tradisional Indonesia.

Selain randai, bentuk kesusastraan lain yang sangat penting dalam budaya Indonesia adalah pantun. Pantun telah diakui sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Pengakuan ini menunjukkan pentingnya pantun dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia, serta perannya dalam mempertahankan dan mentransmisikan nilai-nilai tradisional dari generasi ke generasi.

Pengakuan pantun tidak berhenti di tingkat nasional. Pada tanggal 17 Desember 2020, pantun diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda dalam sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang berlangsung di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis. Pengakuan ini menegaskan nilai universal pantun sebagai bentuk kesusastraan yang tidak hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia. Pantun, dengan keindahan bahasa dan kekayaan maknanya, kini diakui secara global sebagai bagian penting dari warisan budaya tak benda umat manusia.

Dalam penjelasannya tentang apa itu pantun, narasumber menyampaikan beberapa pengertian pantun dari berbagai sumber. Menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020), kata pantun berasal dari gabungan kata "Pan" yang merujuk pada sifat sopan dan "Tun" yang merujuk pada sifat santun. Selain itu, kata "Tun" juga dapat diartikan sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019). Dengan demikian, pantun menggambarkan adanya sikap sopan dan santun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline