Lihat ke Halaman Asli

Suara Terakhir

Diperbarui: 28 Mei 2024   06:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ikut-ikutan membuat Cerpen, tapi karena nggak bisa maka saya buat "Pentigraf" alias Cerpen Tiga Paragraf

Suara Terakhir

Pagi itu saat aku baru membuka HP karena dari  semalam dimatikan. Aku kaget ketika membuka notifikasi internet berisi tentang gempa bumi, karena gempa itu terjadi di kabupaten Garut kota kelahiran dan tempat tinggal ibu dan keluarga. Aku mengklik berita itu dan melanjutkan membaca berita dan ternyata desaku termasuk yang terdampak bencana. Tanpa ba bi bu saya mengajak isteri dan anak semata wayangku pulang ke kampung di Garut.

Begitu masuk kampung kelahiranku, hatiku bergetar melihat kerusakan lahan dan bangunan yang porak poranda. Kami langsung menuju lokasi rumah ibu, aku menjerit karena rumah itu telah rata dengan tanah. Kami langsung menuju ke tempat pengungsian di balai desa, siapa tahu ibu ada di sana. Sampai di sana kami disambut oleh adek, sambil nangis dia berteriak "kakaaaak, ibu...." Aku peluk dia lantas bertanya "dimana ibu dek ?" Ibu telah tiada kak" dia menjawab sambil terisak. Innaalilaahi wa Innaa ilaihi Raaji'uun...

Aku menyesal, kenapa waktu itu aku tidak segera pulang ketika ibu menelepon. "Assalamualaikum, nak kapan bisa pulang ? Ibu sudah kangen, dan adekmu sudah ingin menggendong keponakannya ?" Inilah suara ibu yang terakhir kudengar sebelum beliau dipanggil Sang Khaliq. "Semoga engkau ditempatkan pada tempat yang mulia di sisi Allah, aamiin" sambil menahan air mata aku berdo'a lirih. 

Maaf, ini hanya cerita karangan biasa, bukan diambil dari kisah nyata.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline