Hari Selasa tanggal 21 Mei 2024, seusai mengikuti pembuatan soal di SDN 5 Air Kumbang, saya dan Pakde Supar bertolak menuju kebun sawit yang terletak di Dusun 4 Tulaban (bukan Taliban ya) yang lumayan jauh dari rumah. Dusun ini tahun 2000an terkenal sebagai penghasil buah jeruk di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Sekarang tanaman jeruk tidak sebagus dulu, dan kalau pun ada kebun jeruk di sela-selanya sudah ditanami bibit sawit. Nah, kali ini juga tujuan kami adalah untuk meninjau tanaman sawit dan memberantas gulma pengganggu, termasuk pakis dan alang-alang.
Perjalanan ke kebun tidaklah mudah. Jalan tanah yang kami lalui penuh lubang dan bekas ban motor yang dalam, apalagi setelah hujan deras. Bekas ban yang panjang terhampar di sepanjang jalan, sisa dari kendaraan yang melintas sebelumnya.
Di tengah perjalanan, saya dikejutkan oleh suara benda jatuh di belakang saya. Saat menoleh ke belakang, saya melihat Pakde Supar tergeletak di pinggir jalan. Syukurlah, Pakde tidak mengalami cedera dan motor kami pun baik-baik saja. Jika saja Pakde jatuh ke kanan, kemungkinan besar ia akan tercebur ke kanal yang ada di sisi jalan. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati, mengingat kondisi jalan yang semakin rusak.
Sesampainya di kebun, kami dikejutkan oleh pemandangan yang tak terduga. Kebun yang biasanya rapi kini telah berubah menjadi hutan kecil. Rumput yang tinggi menjulang, menutupi tanaman sawit dari pandangan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pertumbuhan rumput yang pesat di musim hujan, dan saya yang jarang ke kebun membuat saya tidak menyadari perkembangannya.
Setelah memarkirkan motor, saya dan Pakde berjalan ke ujung kebun untuk menunjukkan batas tanah dan tanamannya. Hal ini penting untuk memastikan agar herbisida yang disemprotkan tidak mengenai kebun orang lain. Setelah memberikan instruksi teknis mengenai penyemprotan, saya pun pamit pulang.
Dalam perjalanan pulang dari kebun Tulaban, saya menyempatkan diri mampir ke kebun lain untuk melihat hasil penyemprotan yang dilakukan minggu lalu. Di sana, saya disambut dengan pemandangan yang menggembirakan. Rumput telah menguning dan bibit cabai telah ditanam di sebelah parit. Perasaan senang menyelimuti hati saya karena gulma di kebun ini telah teratasi berkat simbiosis mutualisme dengan penanam cabai, sehingga menghemat biaya perawatan.
Perjalanan ke kebun Tulaban kali ini penuh dengan petualangan dan kejutan. Meskipun kondisi jalan yang menantang dan perubahan drastis di kebun, saya tetap bersyukur atas hasil yang diperoleh. Upaya kami dalam memberantas gulma dan menanam bibit cabai diharapkan dapat menghasilkan panen yang melimpah di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H