Lihat ke Halaman Asli

Sang Panutan Telah Tiada

Diperbarui: 12 Mei 2024   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sang Panutan Telah Tiada

Di tengah malam yang sunyi
Dua belas kali
Suara jam dinding begitu jelas
Aku bangun bergegas
panggilan-Mu bergema
Qumi Al-lail illaa qaliilaa

Sajadah kuhamparkan
Do'a kupanjatkan
Yaa Rab
Jadikanlah anak cucu kami
Qurrata a'yun
Dan jadikan mereka
Pemimpin bagi orang bertaqwa

Tiba-tiba notifikasi berbunyi, setelah dibuka ternyata anakku yang sedang liburan di Solo mengirim pesan, "Assalamualaikum, pak, Simbah baru saja sedo." Aku membangunkan sang isteri untuk melaksanakan shalat ghaib (shalat jenazah). Aku memimpin do'a, aku menangis dan isteriku pun sama, aku ingat bagaimana baiknya beliau ketika bertemu dengan kami dan sama baiknya ketika berbicara di telepon

Walaupun berita ini terdengar di malam hari jam 00.15, namun bagiku berita itu seperti peribahasa bagai petir di siang bolong, kami tidak percaya karena belum lama ini kami bertemu, tatkala kami menengok anak yang sedang belajar di sebuah perguruan tinggi di Solo. Beliau memang sudah sepuh, kami semua menyadari itu, namun dengan berita yang mendadak, rasanya kami sangat terpukul.

Beliau adalah sosok panutan bagi semua saudaranya, pengayom sejati bagi semua adiknya, penyayang bagi semua cucunya. Tanpa pandang bulu, cucu langsung atau bukan beliau tidak membeda-bedakan. Beliau senang bersenda gurau dengan cucu-cucunya, sering bercerita tentang masa lalunya, bagaimana perjuangan hidupnya hingga bisa menjelma seperti sekarang.

Suatu ketika beliau berkata sama cucunya ...
"Nduk, besok kalau denok nikah, si Mbah mau hadir, do'akan saja semoga pada saat itu si Mbah sehat" begitu ucapan beliau kepada sang cucu dari Palembang. Ternyata, pada hari H pernikahan, beliau menepati janjinya, walaupun kesehatannya sedang tidak baik-baik saja.

'Seneng si Mbah nang kene, akeh sing diwoco'
Kalimat itu terlontar ketika beliau di rumahku di Palembang, kebetulan saja di rumah banyak buku, dan beliau bisa milih judul yang beliau kehendaki, yang paling berkesan bagi beliau adalah buku yang berjudul Membumikan Al-qur'an karangan Prof. Quraisy Syihab.

'Ayok Lik, shalat jama'ah'
Kalimat itu terngiang-ngiang sekarang, beliau senantiasa mengajak berjamaah sholat, persis seperti adiknya (ibu mertuaku almarhum). Beliau bahkan sudah langsung menggelar sajadah untuk kami berjamaah, jadi bukan hanya mengajak tapi langsung mempersiapkan sarananya dan bukan sekali tapi setiap waktu shalat.

Sekarang sang Panutan telah tiada, meninggalkan kenangan yang begitu tertanam dalam lubuk hati terdalam, hanya do'a yang bisa kupanjatkan, semoga segala salahnya dimaafkan dan segala amal shalehnya diterima yang Maha Rahman, semoga ketika menemui Rabb-Nya di kampung akhirat. beliau membawa pahala yang berlipat sehingga beliau berada di sisi-Nya di tempat yang mulia.
Aamiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline