Panggilan kampung halaman begitu kuat menggoda. Ibu dan ayah yang menanti kehadiran kita. Senyum dan keramah-tamahan kerabat kian kuat mengajak pulang. Bayangan rumah, kolam, sawah, kebun, dan sungai memanggil-manggil tiada henti.
Semua orang ingin mudik. Pergi dari kejenuhan suasana kota yang kian terasa sesak dan hingar bingar, menuju ketenangan dan gemericik air.
Aku harus mudik. Tak peduli cukup atau tidak uangku. Pokoknya aku harus mudik.
Ini pendapat yang keliru. Meminta maaf tak selalu harus bersentuhan tangan dan berhadapan. Banyak media yang dapat menjembatani komunikasi untuk saling memaafkan.
Mudiklah jika cukup dana. Jika tidak, alih-alih kita dapat kebahagiaan malah yang sebaliknya kita dapatkan.
Dorongan yang terlalu kuat untuk pulang demikian kuat sehingga mengabaikan akal sehat. Untuk pulang kita perlu uang, biaya.
Pernahkah terpikirkan biaya apa yang dikeluarkan untuk mudik. Secara garis besar ada tiga satuan biaya, yaitu biaya perjalanan berangkat, hadiah lebaran untuk orang tua dan kerabat, biaya tinggal di kampung, biaya perjalanan pulang, serta pengeluaran tak terduga.
Sebelum berangkat, perhatikan kondisi rumah yang akan ditinggalkan, terutama dari segi keamanannya. Berpamitlah pada tetangga. Akan lebih baik lagi jika rumah dititip kepada Satpam atau keamanan.
Di samping itu, diperlukan stamina yang sehat, kuat, dan prima. Peluang besar untuk berdesak-desakan jika naik kendaraan umum atau terjebak macet berjam-jam jika naik kendaraan sendiri.
Perhitungkan biaya diperjalanan sampai kemungkinan terburuk. Misalnya, karena macet terlalu lama sehingga harus berbuka dalam perjalanan. Tentu saja konsumsi bahan bakar pun akan melebihi konsumsi perjalanan biasa.
Risiko kerusakan yang menyebabkan mogoknya kendaraan semakin terbuka. Masalah biasa yang muncul pada kendaraan adalah pada rem atau kopling. Jika harus ganti kopling tentu diperlukan dana yang cukup besar. Untuk menghindarinya, sebelum berangkat, yakinkan bahwa kondisi kendaraan kita benar-benar siap tempur.