Lihat ke Halaman Asli

Asep Mohamad Taufik Hidayat

Mahasiswa Magister Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak NIM 55521110028

Tugas Kuis K6_1 Prof. Dr. Appolo Daito: Paradoks Sistem Self Assessment: Asas Kesukarelaan dan Pengawasan DJP Sebagai Penyebab Sengketa Pajak

Diperbarui: 16 April 2022   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Fenomena yang terjadi adalah bahwa Masyarakat diberikan keleluasaan untuk menyetorkan pajak dengan kesadaran sendiri. Namun demikian walaupun penyetoran pajak merupakan asas kesukarelaan tetapi tetap diawasi oleh Otoritas Pajak dan diatur ketat oleh Peraturan Perpajakan sehingga menimbulkan sengketa. Tercatat terdapat 72 ribu kasus yang telah diajukan WP selama tahun 2014 sampai 2020.

Indonesia memiliki sejarah panjang menegnai Perpajakan, semula pajak dikenal dengan bahasa Upeti. Sebagaimana difahami bahwa upeti adalah sebuah sistem penagihan pajak yang berjaya di masa kerajaan dan dilakukan oleh para petinggi atau kerajaan yang sifatnya memaksa dan digunakan oleh kerajaan.

Dengan berjalannya waktu, di era modern ini upeti berubah menjadi Pajak yang fungsi dan manfaatnya dapat dirasakan oleh Masayarakat dengan system Official Assessment. Dengan system ini otoritas pajak dapat atau berwenang untuk menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar. Namun pada tahun 1983 system perpajakan indoensia berubah menjadi system self assessment. System ini merupakan satu cara pemerintah agar Wajib Pajak dapat menghitung, menyetor, dan melaorkan perpajakannya.

Pertanyaanya, Kenapa system tersebut berubah? Perubahan tersebut terjadi karena system Official Assessment dirasa kurang efektif dan banyak kecurangan dilakukan oleh petugas pajak. Sebagaimana dijelaskan dalam UU KUP bahwa perubahan system pemungutan tersebut bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban yang lebih adil.

Bagaimana sistem self assessment bekerja, pemerintah dalam hal ini sebagai penerima pajak memberikan kepercyaan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan perpajakanya. Dalam fungsi ini, wajib pajak secara sukarela mendaftarkan diri untuk menjadi Wajib Pajak yang terdaftar untuk memenuhi perpajakannya. Berdasarkan data yang tercatat dalam database inilah fungsi pengawasan dimulai. Pengawasan dapat bebagai macam cara, salah satunya adalah SP2DK, control kepatuhan pembayaran pajak, dan pemeriksaan. Atas fungsi pengawasan tersebut sering sekali menjadi sengketa pajak.

Kenapa Self Assessment dan Pengawasan Sering terjadi Sengketa. Pada dasarnya sistem Self Assessment tentu memiliki kelemahan yakni kurangnya akan kesadaran WP dalam penyetoran pajak yang terhutang, hal ini dapat diukur dengan masih banyaknya yang belum mempunyai NPWP dan belum melaporkan SPT. Sedangkan dari pengawasan sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 29 ayat 1 bahwa DJP berwenang untuk melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan.

Kesimpulannya, penekanan sistem self assessment yang memberikan sifat kesukarelaan tentu akan ada peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk menghindari pajak. Namun demikian pengawasan terkadang tidak dapat memberikan keadilan bagi Wajib Pajak karena faktanya banyak sengketa dimenangkan oleh Wajib Pajak terlihat dalam data www.setpp.kemenkeu.go.id bahwa dari tahun 2014 sampai 2020 sebanyak 44 ribu kasus dari 72 ribu kasus berhasil dimenangkan oleh WP, hal tersebut menunjukan bahwa pengawasn tidak berjalan dengan baik dan justru menjadikan masalah untuk wajib pajak terutama bagi Wajib Pajak patuh.

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • Nagoro, Mukhamad Wisnu, Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, 2018



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline