Lihat ke Halaman Asli

Asep Ikhwan

Pegiat sosial enterpreneur yang mengelola yayasan pendidikan

Anak Belajar tentang Fakta Obyektif

Diperbarui: 1 November 2022   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekitar 20 tahun lalu ketika berkirim surat harus melalui kantor POS  , seorang siswa SD bertanya kepada gurunya " Bapak kenapa kalau mengirim surat harus menggunakan prangko? " Sebuah pertanyaan yang sederhana tapi mewakili sebuah Rasa ingin tahu(Couriosity) seorang anak yang pada era industri 4.0 mungkin jarang kita temukan karena format mengirim surat sudah berubah menjadi surat digital (Email). Bagaimana jawaban sang guru? sang guru tidak langsung menjawab tetapi beliau menugaskan kepada siswa tersebut pergi ke kantor pos untuk menanyakan ulang pertanyaan yang sama. Lalu sang anak pergi ke kantor pos dan menanyakan hal yang sama, jawabannya adalah Prangko merupakan benda berharga yang memiliki fungsi utama sebagai tanda pelunasan porto dan biaya pos. 

Dari cerita diatas kita bisa melihat bahwa sang anak sudah belajar tentang " Fakta Obyektif " anak harus belajar tentang fakta-fakta yang terjadi disekeliling kehidupannya dan berusaha mencari tahu apa yang dia lihat dia dengar dan dia rasakan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Anak harus pergi ke kantor pos menanyakan apa itu prangko, apa fungsi prangko dan lainnya sehingga anak mengetahui apa Fungsi Kantor Pos, bagaimana sistem kerja Kantor Pos dan bagaimana proses sebuah surat bisa sampai ke alamat tujuan. 

Hal diatas banyak diadopsi di dunia pendidikan dengan pendekatan PBL atau project based learning, sebagai metode mengungkap " Fakta Obyektif " untuk membedah fenomena-fenomena yang terjadi disekeliling kita, lalu kita buat hipotesis, kita buat daftar pertanyaan kemudian kita melakukan studi ke lapangan, dibuat kisi-kisi penelitian lalu kita tuangkan dalam sebuah paper atau makalah hasil dari kajian " Fakta Obyektif" tersebut.

Pola pembelajaran yang ada disekolah-sekolah pada umumnya lebih bersifat tekstual atau teks book, guru menerangkan isi dari buku kemudian siswa mendengarkan dan mencatat. Pola pembelajaran seperti ini tidak akan memacu rasa ingin tahu anak. Seperti halnya kita membaca bagaimana kisah seorang Sir Issac Newton menemukan Teori Gravitasi, dengan kegemarannya merenung dipinggir sungai lalu melihat buah apel jatuh kebawah, kenapa buah apel jatuhnya kebawah tidak ke atas? dari pengamatan-pengamatan sederhana dan rasa ingin tahu yang tinggi munculah Teori-teori hebat yang mengubah peradaban dunia. 

Ketika kita di sekolah mendapatkan siswa atau anak yang gemar bertanya tentang apapun yang ingin dia ketahui, beruntunglah sekolah tersebut karena bibit calon ilmuwan, calon pemikir, calon engineer telah lahir, biarkan anak berkembang sesuai fakta obyektif yang ingin dia ketahui apapun bidangnya.

Sekolah akan melahirkan tunas-tunas muda yang tumbuh mekar dan berkembang dengan indah apabila sekolah memandang semua siswa adalah hebat, semua siswa berpotensi, semua siswa memiliki kelebihannya masing-masing. Mari bawa anak-anak kita ke alam nyata, belajar dari lingkungan, belajar dari alam dan belajar dari keseharian.

Salam Kompasiana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline