Lihat ke Halaman Asli

Asep Supriyadi

* Dosen STAI Al-Azhary Cianjur

Caring (Catatan Ringan), Gaya Hidup Mencari Ilmu

Diperbarui: 1 Juli 2019   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ilmu merupakan satu jalan untuk meraih kesusksesan. Dengan ilmu, sesorang dapat membedakan mana yang benar dan yang salah. Dengan ilmu, seseorang dapat tidak tersesat. Ilmu juga merupakan salah satu alat untuk meninggikan derajat, harkat dan martabat seseorang.

Pada akhirnya untuk mengarungi dunia dan akhirat perlu menggunakan ilmu. Sebagaimana yang banyak diyakini orang kebanyakan "siapa yang hendak menguasai dunia maka dengan ilmu, siapa yang hendak selamat di akhirat juga, maka dengan ilmu pula. Keutaman seorang yang berilmu akan ditingkatkan derajatnya.

Begitu agung dan mulianya ilmu, maka seorang muslim diwajibkan untuk mencari ilmu. Pencarian ilmu pun tidak dibatasi dengan usia. Selama ia masih hidup, pencarian ilmu harus terus dilakukan. Mencari ilmu dapat dilakukan dengan proses pendidikan, dan pendidikan berasakan pada long life education (pendidikan sepanjang hayat). Ketika penelitian pada tahun 2011, saya mengutip pernyataan seorang anak jalanan yang bernama Mail. Ia mengatakan "kehidupan adalah ilmu dan alam raya adalah tempatnya"

Epistimologi, Gaya Hidup Mencari Ilmu

Lantas bagaimana memperoleh ilmu tersebut? Menjadi sebuah pertanyaan epistimologi filsafat yang perlu dikaji. Dalam kajian ini, penulis menggunakan dua pendekatan, yakni kajian Filsafat Ilmu dan Filsafat Pendidikan Islam.

Pada dasarnya, cara memeperoleh ilmu dipandang dari filsafat Ilmu (barat) dapat ditempuh dengan menggunakan metode berfikir mendayagunakan perangkat akal (Rasional) yang dipadukan dengan pengalaman indera (empirik). Pada tahap ini, manusia dalam mencari ilmu dapat memadukan kekuatan akal dan kekuatan indera. Rasionalisme dan Empirisme berpadu untuk mendapatkan sebuah ilmu. Disamping itu juga, berkembang juga apa yang dinamakan intuisi. Dengan intuisi, sesorang mampu mendapatkan ilmu. Ketiga aliran-aliran tersebut dibahas dalam aliran-aliran epistimologi.

Dalam pendidikan Islam, cara memperoleh ilmu dapat dibagi menjadi dua yakni bil kasbi dan bil wahbi. Bil kasbi adalah proses mendapatkan ilmu dengan ikhtiar seperti belajar di ruang-ruang klasikal dengan perantara seorang guru/syaikh yang menjadi pelantara. Sedangkan bil wahbi adalah proses mendapatkan ilmu dengan mendapatkan ilham yang ditangkap melalui hati yang bersih dengan proses tazkiyah nafs (penyucian jiwa). Ilmu yang diperoleh melalui proses kasbi mewakili proses pencarian ilmu dengan perpaduan empirisme dan Rasionalisme. Sedangkan ilmu yang diperoleh dengan wahbi (pemberian) merupakan proses mendapatkan ilmu dengan proses mendayagunakan hati dalam hal ini dapat diartikan dengan istilah yang dikenal intuisi.

Dari dua sudut pandang tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa gaya hidup dalam memperoleh memperoleh ilmu dapat dilakukan dengan menggunakan potensi indera, akal dan hati. Apabila semuanya digunakan dengan sebaik-baiknya, maka akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang holistik, integral dan paripurna. 

Sedikit perbedaan yang mendasar antara ilmuan barat (Filsafat Yunani) dengan filsafat islam adalah dari sumbernya. Jika filsafat filsafat Yunani mendasarkan kajian objeknya pada yang bersifat materi dan immateri yang tak bersumber, artinya tidak ada sumber teks yang mendasarinya, sedangkan filsafat Islam telah mendapatkan sumber petunjuk yakni dari Al-Qur'an dan Hadits. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline