Lihat ke Halaman Asli

Asep Sunardi

Anak yang suka Membaca

Saint Monica dan JIS , Sama Kasus Beda Nasib

Diperbarui: 9 Juli 2015   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dunia pendidikan masih memiliki harapan, dari kabar terbaru di Meja Hijau Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang membebaskan terdakwa guru Saint Monica karena tak terbukti. Majelis Hakim Oka Diputra dengan tegas memvonis bebas guru Saint Monica, terdakwa pencabulan terhadap korban L (3,5). Menurut Oka, dakwaan terhadap terdakwa tidak terbukti sehingga dinyatakan bebas.

Di dalam persidangan, Oka menjelaskan hasil dari lie detector menunjukkan terdakwa berbohong saat dengan tegas menjawab tidak memasukkan jari ke dalam dubur korban. Serta dari hasil rekaman CCTV, pada saat kejadian tidak terlihat terdakwa.

“Hasil lie detector dari terdakwa terindikasi berbohong. Selain tidak cocok dengan alat bukti keterangan saksi juga tidak cocok dengan rekaman CCTV,” ucap Oka dalam persidangan di PN Jakarta Utara, jalan RE Martadinata, Jakut, Rabu (8/7/2015).

Kemudian, majelis hakim menilai keterangan korban dalam persidangan tidak dapat digunakan lantaran korban belum dapat berbicara dengan lancar.

“Dari keterangan saksi, korban bisa bicara tapi tidak lancar ditanya nama tidak bisa menyebut dengan jelas. Menyebut nama guru hanya dengan sebutan miss, korban baru berusia 3 setengah tahun, untuk anak seusianya dia terlambat bicara, kalau diajak bicara harus dilakukan berulang-ulang. Jadi keterangan korban tidak dapat digunakan,” terangnya.

Sehingga majelis hakim menimbang dalam perkara ini, tidak ada satupun alat bukti berupa keterangan saksi, ahli, surat petunjuk, maupun keterangan terdakwa bahwa terdakwa telah melakukan tindak kekejaman, kekerasan, atau ancaman kekerasan, serta penganiayaan terhadap korban.

“Ini sebagaimana telah dipertimbangkan, majelis hakim berpendapat keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk dan keterangan terdakwa tidak memenuhi alat bukti sebagaima dimaksud pasal 184 ayat 1 KUHAP. Dengan demikian majelis hakim tidak memperoleh keyakinan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana telah didakwakan kepadanya,” paparnya.

Alhasil majelis hakim berpendapat unsur melakukan penganiayaan terhadap anak tidak terbukti secara sah dilakukan oleh terdakwa. Dan dakwaan kesatu yakni pasal 82 UU No. 23 tahun 2002 dan dakwaan kedua pasal 80 ayat 1 UU No. 23 tahun 2002 tidak terbukti.

Independensi Hakim Mutlak Diperlukan

Dibandingkan dengan kasus serupa yang menimpa guru di Jakarta Intercultural School (JIS), guru di Saint Monica yang menjadi pesakitan itu lebih beruntung karena Majelis Hakim yang menyidangkan perkaranya tak disudutkan oleh tekanan opini publik.

Majelis Hakim akhirnya dapat menjadi lebih independen dalam bersikap dan memutuskan perkara dengan adil, sebab publik tak dicekoki dengan informasi-informasi menyesatkan dan tendensius.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline