Asrama tempat Ahmad dan santri putra lainnya mondok terletak dibelakang masjid jami. Terpisah oleh jalan setapak dan deretan makam penduduk di sekitar kampung ini. Madrasah tempat mengaji dan serbaguna berdampingan dengan masjid Jami. Sebelah selatan Majid Jami'. Madrasah di sebelah kiri masjid ini berdiri kokoh yang hanya berjarak satu atau 1,5 meteran. Ditengah-tengahnya menjadi jalan tempat wara-wiri para santri atau penduduk yang akan lewat atau ke mesjid.
Bagi tamu atau orang luar yang baru berkunjung ke pesantren ini, apalagi melihat posisi asrama putra akan merinding. Lebih jauhnya merasa takut. Bagaimana tidak, sejauh mata memandang di halaman dan disamping asrama penuh makam-makam yang sudah berumur dengan pohon-pohon kamboja diatasnya. Bagi para santri pemandangan dan suasana ini sudah biasa. Sudah akrab dan menjadi bagian dari kehidupan di pesantren. Keangkeran atau suasana akan mencekam akan terjadi, bila ada makam baru. Melihat tanah yang masih merah di atas kuburan. Naluri kemanusiaan ada saja rasa takut. Meskipun biasanya, makam baru di atasnya diterangi dengan lampu yang cukup besar dan terang. Bila dijadikan muhasabah, sebenarnya itulah tempat kembali semua makhluk bernama manusia. Tak perlu ada rasa takut berlebihan, bahkan selalu jadi nasihat.
Sehabis mengaji bada isya, Ahmad dan kawan-kawan berembuk di jarambah atas asrama. Jerambah adalah balkon atau sisi asrama di lantai dua, tempat nangkring atau rehat para santri, atau sekedar melihat suasana sekitaran pesantren. Bisa juga sambil menghapal bait-bait kitab yang diajarkan.
" Mad, nanti malam kita 'hajat'." kata Rudi memebuka percakapan. Hajat adalah sebutan lain masak nasi liwet. Biasanya lauk-pauknya agak istimewa dengan yang biasa dimasak para santri.
" oh..ya?..okke...dari mana ikannya?" tanya Ahmad Penasaran.
" Mang Tata Yang bawain, tadi sore dia mancing, dan dapat gurame lumayan gede!"
" alhamdulillah..Yesss!, hajat gede-gedean niih" Ahmad sumringah.
Tradisi di pesantren ini, bila 'ngaliwet' dengan lauk atau menu yang istimewa dilaksanakan tengah malam. sekitar jam 11 atau jam dua belas malam. hal ini untuk menghindari' gangguan' dari para santri lain. Tujuan mulianya atau alasan klise sebenarnya, supaya tidak 'milaraan' bagi teman-teman seasrama. Tujuan lain yang tersembunyi, adalah untuk menghindari santri yang 'nyireum'. Sebutan nyireum, adalah istilah bagi penikmat dan pendatang 'gelap' yang minta ikut makan tapi tanpa urunan beras. Ini jelas menjadi dilema tersendiri. Disatu sisi, setia kawan karena kasihan mungki belum makan dan habis bekal, disisi lain bisa mengurangi jatah nasi yang sudah diplot sebelum dinanak.
Bagi peserta masak yang sudah ditentukan boleh tidur dulu. Hal itu berlaku bagi peserta liwetan yang masih muda. Belum kuat untuk begadang. Bagi para Santri senior, apalagi yang kebagian tugas patrol harus berjaga hingga sebelum subuh tiba. Tugas patrol akan selesai, bila telah membangunkan semua santri untuk sholat subuh.
Memasak ditengah malam, di tungku yang bersebelahan dengan makam, perlu nyali yang besar. Untungnya Ahmad berlima dengan kawan-kawannya. Bila sendirian atau berdua, mikir tiga kali. Ada pantangan yang sudah familiar di pondok ini. Apabila masak dalam kastrol atau panci, jangan coba-coba nyomot nasi langsung pakai tangan. Karena akan mengundang makhluk bernama 'Kerud'. Mengenai keberadaan kerud ini sebenarnya Ahmad berasumsi, antara percaya dan tidak. Ahmad sebenarnya belum lihat persis seperti apa, makhluk yang sering dikatakan 'kerud' oleh para santri senior itu. Ya, Kerud. Apakah semacam binatang yang mengerikan? semacam serigala? atau apa?
Menurut cerita dari mulut ke mulut, makhuk ini akan terusik dan datang apabila ada yang nodong makanan atau mengambil makanan dari kastrol atau panci tanpa memakai alat, semacam centong atau sendok. Kedatangannya, seperti cerita Rudi, santri Kahot yang piawai masak liwet ini, kedatangannya seperti ada angin yang berhembus kencang'..wuuuush...!" berbarengan dengan itu seperti ada makhluk berkelebat dengan kecepatan tinggi. Ada yang mengatakan Kerud itu adalah nama lain dari 'harimau' jadi-jadian. Ia akan menampakkan dirinya apabila ada orang yang berkata serampangan atau suaban, dalam istilah sunda.