Menarik sekali menyoal beberapa pendapat ahli, komentar atau tulisan opini menyoal dinasti politik atau politik dinasti di Indonesia, memang tidak ada kekuatan hukum yang melarang kalau keluarga inkumben tidak boleh maju sebagai kontestan untuk pilkada, keniscayaan pertimbangannya jika praktik politik dinasti ini lebih banyak yang memanfaatkan fasilitas petahana, kekerabatan dengan keluarga dan juga popularitas.
Ironisnya kalau dikemudian hari diikuti dalam konsep dinasti politik rentan dengan praktik rasuah atau korupsi, di mana terbukti beberapa kasus telah terungkap oleh KPK dalam OTTnya .
Kontestasi Pilkada serentak khususnya Jawa Barat 2020 di beberapa daerah sebenarnya berbenah dalam tantangan yang nyata di hadapan mata saat ini, yaitu selain pemulihan tatanan wilayah semasa pandemi dan pasca pandemi juga globalisasi ekonomi yang menuntut peningkatan daya saing sumber daya manusia dan produktivitas dan kualitas produksi.
Di mana tantangan tersebut hadir bersamaan dengan semakin tingginya penduduk Jawa Barat yang sampai saat ini mencapai 47.379.389 jiwa. Pemimpin daerah harus "Sareundeuk Saigeul" dan bisa "Ngigeulan" visi misi dan program unggulan program pemerintah pusat dan atau dengan prioritas pembangunan yang telah dicanangkan pemprov Jabar.
Terlepas dari semua visi misi dan program unggulan para kandidat calon wali kota atau bupati beserta wakilnya, terlepas calon inkumben ataupun bukan? Menarik untuk jadi fokus kaitan dengan masalah globalisasi ekonomi yang menuntut peningkatan daya saing sumber daya manusia dan produktivitas dan kualitas produksi di tengah maraknya praktik korupsi.
Dinamika perkembangan ekonomi global inilah ini memberikan sinyal akan pentingnya peningkatan daya saing, di tingkat regional, dan Indonesia tengah dihadapkan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) khususnya bagi Jawa Barat. MEA menjadikan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia dengan transformasi kawasan ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi, sekaligus menjadikan kawasan ASEAN yang lebih dinamis dan kompetitif.
Pemberlakuan MEA dapat pula dimaknai sebagai harapan akan prospek dan peluang bagi kerja sama ekonomi antar kawasan dalam skala yang lebih luas, melalui integrasi ekonomi regional kawasan Asia Tenggara, yang ditandai dengan terjadinya arus bebas (free flow) : barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.
Meningkatnya investasi diharapkan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan mengatasi masalah tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan yang menjadi tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menakar Pilkada 2020 ini dengan masalah yang dihadapi Jawa Barat dalam pandemi dan globalisasi ekonomi yang menuntut peningkatan daya saing sumber daya manusia dan produktivitas dan kualitas produksi adalah fokus dalam sosok Pemimpin dan kepemimpinannya.
Masing-masing calon pemimpin atau kepala daerah baik wali kota dan bupati beserta paca calon wakil-wakilnya sudah pasti memiliki popularitas, elektabilitas, dan gerakan akar rumput partai politik, terlebih seyogyanya yang paling utama adalah pada masing masing kandidat pemimpin daerah di PILKADA Jawa Barat 2020 memiliki Karakter (Character) dan Kompetensi (Competence) yang melekat dalam kepemimpinannya (Leadership) yang sudah teruji dalam perjalan karier mereka selama ini.
Pemimpin yang berakhlak baik atau berkarakter dan memiliki kompetensi yang dimaksud adalah mengutip pendapat dosen Pascasarjana UIN Sumatera Utara Nispu Khoiri, bila dilihat dari teori politik Islam (fikih syiyasiy), misalnya, pemimpin (umara/ulil amri) merupakan amanah untuk mengurus kepentingan rakyat.