Pernahkah kamu merasa bahwa hidup ini tidak adil? Mungkin dalam hidupmu, kamu telah melakukan yang terbaik yang bisa kamu lakukan namun apa daya yang ada hanya kegagalan saja. Namun, disisi lain ada beberapa orang yang bahkan dapat dikatakan tidak berusaha sama sekali namun bisa mendapatkan hasil yang lebih baik daripada kita sendiri. Jelas ini tidak adil, bukan? Nah, mengapa hal demikian bisa terjadi. Apa yang membedakannya? Apakah hal ini hanya keberuntungan saja atau memang ini adalah kemampuan dari diri sendiri.
Penulis pernah mengalami hal yang demikian. Saat itu penulis sedang berkendara di jalanan di Surabaya. Penulis tidak menggunakan helm saat itu dan tidak membawa surat surat bermotor sama sekali. Setelah berkendara cukup jauh tiba tiba ada seorang polisi yang tiba tiba mencegat seorang pengendara sepeda motor yang saat itu dikarenakan dia tidak menggunakan helm, disaat bersamaan si polisi menghentikan pengendara tersebut dan penulis lewat persis disebelah pak polisi tersebut namun pak polisi tersebut tidak menyadari bahwa penulis juga berkendara tanpa menggunakan helm. Padahal si pengendera tepat berada di depan penulis saat sebelum dia dicegat si pak polisi. Disini jelas betul bahwa ini tidak adil. Mengapa penulis tidak dijegat juga? Apa mungkin hanya keberuntungan saja?
Namun, bila diterangkan/ditelusuri lebih jauh lagi, menurut penulis ini bukanlah keberuntungan saja. Bia dijelaskan maka akan demikian, saat itu secara sadar penulis berkendara dengan tidak menggunakan helm. Namun secara tidak sadar penulis akan selalu berkendara secara waspada meskipun dengan kecepatan yang tinggi atau rendah. Secara tidak sadar pula jika penulis melihat ada pengendara yang juga tidak menggunakan helm maka penulis lebih merasa nyaman. Sehingga secara otomatis penulis akan berada di belakang si pengendara yang tidak menggunakan helm tersebut dengan catatan bahwa laju kendaraannya sama.
Semua peristiwa yang terjadi sebenarnya dapat dijelaskan secara ilmiah. Hanya saja mungkin belum dapat dijelaskan secara langsung. Atau mungkin belum ditemukan cara pembuktiannya secara ilmiah. Dalam hal ini penulis juga selalu bertanya tanya dengan beberapa peristiwa yang menurut penulis cukup aneh. Yang paling umum yang penulis temui adalah kehidupan bersekolah. Sekolah sudah menjadi kebutuhan semua orang. Karena itu kebutuhan maka akan berbeda beda porsinya untuk setiap orang. Sekolah juga merupakan langkah pertama bagi setiap orang agar dapat merubah nasibnya/mewujudkan impiannya.
Saat ini penulis sedang menempuh kuliah di sebuah sekolah tinggi milik negara. Sehingga bila dikalkulasikan penulis sudah 13 tahun mengenyam pendidikan. Selama 13 tahun itu penulis mendapatkan banyak pengalaman. Mulai dari pergaulan, masa masa yang remaja yang manis, dan merasakan peristiwa yang jarang terjadi. Semua itu menjadi pelajaran bagi penulis sendiri. Saat lulus SMA penulis memang berkeinginan untuk bisa melanjutkan pendidikan di tempat penulis kuliah saat ini. Namun, penulis sadar bahwa penulis bukanlah orang yang berintelektual tinggi bahkan termasuk tidak serius. Menyadari posisi penulis saat itu, penulis mulai waspada akan masa depan sendiri. Saat masih SMA dulu, penulis jarang aktif di kelas. Jarang megerjakan PR, kerjanya hanya menyontek PR teman begitu terus sampai lulus. Sehingga nilai rapor pas pasan saja bahkan menghawatirkan. Perguruan tinggi tersebut hanya menerima mahasiswa lewat jalur ujian saringan saja. Disini penulis merasa senang sekali, sebab melihat nilai rapor penulis yang pas pas an. Setelah menjalani tes penulis akhirnya diterima juga dan akhirnya bisa kuliah juga.
Namun, disaat yang bersamaan banyak sekali teman penulis yang saat SMA dulu mempunyai nilai akademik yang baik sekali banyak yang tidak diterima di universitas, gagal dalam tes masuk dsb. Padahal banyak juga teman yang dulunya pas di SMA kerjanya hanya nyontek saja tapi bisa lulus dengan baik sedangkan mereka yang mempunyai nilai akademik yang dapat dibanggakan tidak lulus. Penulis penasaran mengapa demikian? Mengapa orang yang notabennya mempunyai nilai akademik yang baik tidak bisa lulus padahal orang lain yang mempunyai nilai akademik pas pas an bisa diterima di perguruan tinggi yang diinginkan. Tapi menurut penulis hal ini pasti bisa dijelaskan secara logika kita sendiri.Hanya saja tidak bisa secara eksak dijelaskan.
Sebenarnya bila diputar kembali disaat kehidupan SMA kita bisa mendapatkan penjelasan mengapa hal demikian bisa terjadi. Saat masuk SMA, siswa menurut penulis dibagi menjadi tiga yaitu orang yang rajin dalam arti bahwa dia hanya berkeinginan untuk mencari nilai saja, kemudian orang yang penting dia paham akan pelajaran tersebut tanpa menghiraukan nilainya dan orang yang tidak peduli kedua duanya. Masalahnya adalah mengapa orang yang kelihatannya kurang aktif di kelas bisa mengalahkan orang yang notabenya rajin di kelas. Kita tahu bahwa sebenarnya guru memberi nilai pada kita bukan berdasarkan kita paham/mengerti akan materi yang diajarkan namun lebih kearah hasil ujian yang baik. Hal ini lah yang salah yang membuat seorang siswa yang rajin merasa dia pandai/pintar namun sebenarnya tidak. Yang diperlukan adalah bukannya orang yang pintar namun orang yang bisa mengaplikasikan ilmu yang selama ini didapat saat sekolah menjadi pedoman dia dalam bekerja/bersosialisasi di kehidupan nyata.
Hal inilah yang menurut saya pribadi mengapa banyak orang yang kelihatannya tidak melakukan usaha apapun namun lebih berhasil daripada orang yang melakukan usaha mati matian. Kita tidak boleh hanya menilai seseorang hanya dari usaha luarnya saja tanpa mengetahui tujuannya. Sebuah tujuan yang benar benar kita usahakan meskipun usaha kita tidak terlihat dengan kasat mata pasti akan tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H