Dalam menciptakan produktivitas yang masiv banyak instrumen yang membersamai guna mengejwantahkan apa yang akan menjadi target capaian. Salah satunya kesehatan keberadaannya menjadi fundamental dalam melakukan aktivitas, sangat begitu signifikan. Dari jiwa yang sehat terlahir lah pikiran, wujud yang termanifesatsi dalam bentuk apa pun merajut susunan yang apik, dari jiwa yang sehat seseorang akan tumbuh layaknya pohon bertabur buah, dari jiwa yang sehat terciptalah pikiran sehat merangkai perubahan dan perkembangan peradaban. Lantas bagaimanakah kesehatan itu terpenuhi? Kalau bukan pelayanan yang mendongkrak terciptanya kesehatan diperhatikan seksama.
Kesehatan masyarakat juga merupakan pillar pertumbuhan bangsa. Karena begitu penting sehingga sering dikatakan bahwa kesehatan adalah segala-galanya, tanpa kesehatan segala-galanya tidak bermakna. dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Indonesia sebagai negara demokrasi yang segala ketetapannya telah terwadahi dalam konstitusi yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh setiap dimensi masyarakat yang ada di dalamnya, baik dari lapisan teratas hingga lapisan terbawah. Selain itu perlu diperhatikan negara memiliki kewajiban mengamini hak warga negaranya yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Segala hak dan kewajiban dalam menciptakan keseimbanagan hidup dan kesejahteraan harus dijunjung tinggi oleh negara dan masyarakatnya sesuai dengan mana sepastinya. Seperti hak atas kesehatan yang harus diterima oleh setiap kalangan dalam tatanan masyarakat indonesia hal tersebut termaktub Dalam Pasal 12 ayat (1) International Covenant on Economic, Social and Cultural Right (ICESCR) hak atas kesehatan dijelaskan sebagai "hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental".
Penting diingat hak atas kesehatan tidak dipahami sebagai hak agar setiap orang untuk menjadi sehat, atau pemerintah harus menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang elit di luar kesanggupan pemerintah. Melainkan lebih menuntut agar pemerintah dan pejabat publik agar membuat berbagai kebijakan dan rencana kerja yang merujuk kepada ketersediaan dan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan untuk semua masyarakat tanpa difrenisasi dalam kemungkinan waktu yang secepatnya (. WHO. 25 Question and answer on health and human rights).
Permasalahan yang sedang dihadapi bersama terkait hak kesehatan yang seharusnya terealisasikan dengan merata di Indonesia adalah minimnya pelayanan kesehatan yang tersebar dan terorganisir pada Indonesia bagian Timur. Beberapa faktor mengindahkan dan membentuk kasus tersebut, seperti dari tenaga kerja, fasilitas yang belum memenuhi standar, minimnya obat-obatan, akses rumah sakit, puskesmas yang jauh dan lain-lain.
Sebagai gambaran kami mengambil kasus yang terjadi pada puskesmas waren waropen Papua kurang lebih satu tahun lalu yakni minimnya fasilitas yang tersedia untuk melayani masyarakat di sana. Pelayanan kepada warga setempat diberikan dengan alat dan tenaga seadanya. Fasilitas penunjang pun ternyata tidak dimiliki Puskemas tersebut (Redaksi koreri-puskesmas waropen). Juga beberapa kasus lainnya seperti kurangnya tenaga medis yang tersebar di wilayah Indonesia seperti di NTB, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Papua
Banyak faktor yang meliputi terkait masalah seputar pelayanan kesehatan seperti kurangnya fasilitas puskesmas dan rumah sakit, yang mana lengkapnya fasilitas hanya ditemui di kota-kota besar. Kondisi geografis dan ekonomi menjadi sebab tidak meratanya layanan kesehatan pada daerah pedalaman dan terpencil di Indonesia ini. juga perbandingan penyediaan layanan atau tenaga medis, seperti perbandingan jakarta dengan Indonesia Timur. Rasio jumlah tenaga medis dengan pasien di Jakarta adalah 1 dokter melayani 350 orang sedangkan dengan Maluku + Papua: 1 Dokter melayani 4000 jiwa, selain itu 27.000 dokter di Jakarta terdaftar untuk melayani 10.3 juta orang sedangkan Maluku sebanyak 1.700 Dokter terdaftar untuk melayani 6, 5 juta orang.
Dalam permasalahan ini kami menghubungkan dengan teori keadilan Jhon Rawls menurutnya bahwa manusia memiliki hak dan bebas mengutarakan serta menyampaikannya, akan tetapi sesuai dengan ketetapan konstitusi dan tidak mengganggu hak jiwa lainnya, Rawls menyebutnya dengan kebebasan yang konstitutif. Dengan artian selain memiliki hak, warga negara memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan demi terwujudnya keadilan.
Lebih jauh, Rawls menyatakan fairness yakni terdapat 2 hal pokok di dalamnya pertama, bagaimana masing-masing dari kita dapat dikenai kewajiban, yakni dengan melakukan hal apapun secara sukarela, merupakan hal serupa bahwa kewajiban itu dilihat sebagai jembatan dari kewajiban natural (konsep natural law) untuk bertindak adil, kedua, mengenai kondisi untuk apakah institusi (adalah negara) yang ada harus bersifat adil. Demikian berarti kewajiban yang dituntut pada institusi hanya muncul apabila kondisi yang mendasarinya (konstitusi, hukum, segala hukum di bawahnya) terpenuhi
Fairness, atau yang ia sebut sebagai pure procedural justice merupakan prinsip dasar dari keadilan. Dari gagasan itu, teori keadilan Rawls menyatakan pentingnya suatu prosedural yang adil dan tidak berpihak dengan memungkinkan segala keputusan politik yang terlahir dari prosedur itu mampu menjamin kebutuhan semua orang. Maka dapat disimpulkan bahwa prinsip keadilan Rawls, itu berdasar pada asas hak, bukan manfaat.
Kami memandang, dari sudut perspektif negara dalam upaya merealisasikan hak kesehatan masyarakat yang termaktub undang-undang negara sudah mencerminkan upaya mencapai keadilan yang menyeluruh untuk diterima oleh masyarakat namun hanya dalam implementasinya belum terlaksana karena. Selain beberapa faktor yang kami sebutkan di atas data yang kami dapatkan juga berupa meningkatnya pasien sehingga menguras dana negara. Selain itu juga dikendalai dengan anggaran yang belum turun, sehingga beberapa rumah sakit dan puskesmas sedikit terganggu dalam memenuhi fasilitas, dan kebutuhan medis, bahkan harus menanggung dengan dana pribadi dahulu. Maka tergerak lah upaya menjaga kesehatan sebelum terjangkit oleh penyakit atau dengan istilah mencegah lebih baik daripada mengobati.
Lantas bagaimana keadilan kesehatan tersebut tercapai? tentu hal demikian tercapai ketika setiap orang dapat mencapai potensi kesehatan dan kesejahteraannya secara penuh dan merata. Bahkan mencegah tindakan diskriminatif dalam pelayanan kesehatan dengan artian setiap orang diberi pelayanan tanpa pembedaan atas dasar, meliputi dan tidak terbatas, jenis kelamin, suku, agama, ras, bahasa, golongan, orientasi seksual dan identitas gender, dan pilihan politik, maka berhak untuk mendapatan kesehatan secara setara (equality) (standar norma dan pengaturan nomor 4 tentang hak atas kesehatan).
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam membenahi pelayanan kesehatan yang rendah serta segala rumitnya biaya pelaksanaan pelayanan kesehatan, dan masih banyak lainnya yakni dengan menyusun RUU kesehatan yang padaa akhirnya menjadi UU kesehatan yang disahkan oleh DPR RI tanggal 11 juli dalam rapat paripurna pada masa persidangan V tahun sidang 2022-2023. Terdapat aspek isi yang disempurnakan di dalamnya yakni: 1. Dari fokus mengobati menjadi mencegah, 2. Dari akses layanan kesehatan yang susah menjadi mudah, 3. Dari industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri menjadi di dalam negeri, 4. Dari tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup merata. (RUU kesehatan sah jadi undang undang,"sehat Negeriku).
Maka dengan upaya yang ada tentu dengan harapan pelayanan kesehatan dapat merata sampai pelosok negeri dan terorganisir secara adil. Namun perlu di ingat akan kemerataan dan adil ini tentu dan bukan berarti haruslah sama dan serupa, selama memenuhi standar layak maka hal tersebut diterima.
Sebagaimana rumah sakit di JABODETABEK lebih besar dan tentu fasilitasnya lebih mumpuni dibandingkan di daerah lainnya difaktori beberapa hal yakni seperti kepadatan penduduk, penghasilan rata-rata yang tinggi, juga ketersediaan sumberdaya yang banyak seperti air, listrik, infrastruktur transport yang apik. Untuk total keseluruhan penduduk di jabodetabek sendiri sekitar 51.085 jiwa. Maka tentu hal tersebut yang menjadi indikasi mengapa fasilitas pada daerah tersebut lebih lah maju. Kendati demikian dengan upaya yang maksimal sangat mengusahakan perataan fasilitas kesehatan yang memenuhi standar layak dan kebutuhan tetap menyebar ke-seluruh daerah di Indonesia.
Namun perlu diingat dan penting diperhatikan, seringkali beberapa masyarakat lupa dan kurang memperhatikan terhadap pola hidup mereka yang berdampak negativ pada kesehatan tubuh dan mental. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa terdapat peningkatan pasien di beberapa rumah sakit atau puskesmas yang bisa dikatakan karena sebagian dari mereka tidak menjaga perilaku hidup sehat. Maka selain pemerintah mengupayakan peningkatan pelayanan kesehatan yang baik dan layak sesuai standarnya, kita sebagai masyarakat tentu memiliki kewajiban dalam menjaga pola hidup kita, maka ketika kita acuh tentu bukan hanya pribadi sendiri yang rugi melainkan banyak pihak yang ikut merasakannya.
Beberapa imbauan pemerintah atas terciptanya pola hidup sehat yakni pada pasal 3 ayat 1 pada undang-undang kesehatan Republik Indonesia nomor 17 tahun 2020 Tentang Pasar Sehat, juga pasal 4 pada bab 3 tentang ruang lingkup dalam peraturan bupati Lamongan nomor 38 tahun 2019.
Segala upaya dalam menjaga keseimbangan terjaganya kesehatan telah diusahakan tapi seringkali masyarakat abai dan tentu ini menjadi problem yang perlu dibenahi dan harus disadari, dari pola hidup yang tidak sehat seperti terlalu seringnya mengonsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tak teratur, tidak berolahraga, pola tidur yang rusak, menjaga kesehatan pribadi seperti menggososk gigi, bahkan pada skala yang besar tidak peduli dengan kebersihan lingkungan sekitarnya maka jika hal demikian menjadi rutinitas masiv, segala penyakit akan hinggap pada pelaku dengan pola hidup tersebut dan terjangkit penyakit yang sebenarnya disebabkan oleh pelaku sendiri karena mengabaikan imbauan yang ada tentang mengatur pola hidup sehat.
Jadi semewah apapun fasilitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, segala instrumen tersedia jikalau masyarakat abai akan kebijakan yang ada maka apalah artinya fasilitas tersebut karena kepedulian masyarakat terhadap pribadi, juga lingkungannya pun tidak ada dan hal ini yang tidak jarang luput dari kita. Maka keadilan dalam konteks pembahasan ini bukan hanya bagaimana pemerintah memberikan fasilitas yang layak saja, namun bagaimana kita menjalani kewajiban kita dalam menjaga pola hidup sehat baik itu taraf pribadi, lingkungan, dan juga skala besar lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H