Lihat ke Halaman Asli

Era Pasca-Kebenaran (Post-Truth); Media, Bisnis dan Pendidikan Tinggi

Diperbarui: 28 April 2017   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kemarin membaca edisi cetak majalah ternama di perjalanan dengan salah satu halaman pesan untuk merujuk kembali ke sumber tradisional dan mainstream dari berita: media mapan; sayangnya media berita sedang ada dalam kesulitan (wired.com) karena model bisnis dipicu-iklan sedang bersiap untuk runtuh^. Mengapa? Sekarang era menggelembungnya berita dan filtrasi palsu.

Sepemahaman saya ini seperti pirsawan/i berita 'memilih' rasa apa dari es krim mana yang mereka sukai. Variasinya tidak cuma vanila, coklat atau strawberry bahkan es krim sendiri bevariasi mungkin berupa gelato, frozen yughurt atau es dung dung dengan topping yang tidak melulu mesis, atau keju parut: era pasca kebenaran.

Kemarahan sebagai "mekanisme memediasi kunci"--setelah social media (terutama Facebook) menjadi sumber berita--yang menentukan apakah seseorang membagi informasi di akun Facebook mereka; semakin partisan dan murka seseorang karena sesuatu semakin besar kemungkinan mereka membagi berita politik secara online. Efek menyebarkan akibat 'tersinggung' ini akan memicu yang membaca untuk semakin murka. Tanz menyimpulkan model bisnis telah berganti dari yang memfabrikasi persetujuan menjadi yang memfabrikasi beda-pendapat.

Kembali ke analogi es krim ini mungkin berarti bahwa es krim tidak harus dingin dan sebabkan ngilu bagi gigi sensitif tapi bisa jadi es krim memberi sensasi mati-rasa tapi sekelompok orang justru sebarkan dan tantang orang lain untuk itu. (Ingat bucket-challenge atau 'cium-ketiak'. Kebenaran umum digugat. Namun karena ada golongan (katanya istilah minoritas belum masuk kamus budaya) konsumen prominen yang nyatakan bahwa es krim mati-rasa adalah tren baru lewat semua gimmick buday pop: ini pasca-kebenarannya. Produsen es krim ini bisa jadi menanggung laba super-normal.

Lalu kemana pendidikan tinggi yang mendiseminasi jurnal dan riset tentang kebenaran empiris? 'Sharing universities knowledge' (membagikan pengetahuan universitas) secara terbuka dan gratis adalah kuncinya; pernah mendengar MIT (#1 dunia-S) adalah pionir membagi-pengetahuan ini (MIT OpenCourseWare)? Kebenaran empiris atau produk pendidikan tinggi lainnya perlu bersaing dengan semua media sumber 'pasca-kebenaran' lain: Facebook, YouTube, TV berbayar, dsb. Informasi sudah dipersenjatai (Kaufman di chronicle.com). Pendidikan tinggi seharusnya tidak lagi arogan dengan meninggalkan persepsi bahwa karya tulisan terlalu agung untuk dibuka luas.

Es krim tidak harus dingin manis tapi jika temuan es krim nitrogen tidak diterima sebagai pilihan menarik, mungkin perlu diyakinkan lagi bahwa es krim klasik adalah es krim sebenarnya.

Mungkin otoritas kebenaran selama ini (agama, pendidikan, penguasa, pengusaha multinasional, dkk) perlu membuka luas agar bisnis dan informasi dipicu kemarahan dan ketatnya pagar riset universitas dapat mengarahkan publik luas bahwa ada alternatif dari berita palsu. Hei, Anda pun harus ramah dan berbagi! Kunci perubahan adalah berkaum dengan tingkat permainan yang makin tinggi.

Tuhan Penguasa Semesta Maha Tahu dan Maha Benar. Pemilik awal dan akhir kebenaran.

___
* post-truth dinobatkan sebagai kata tahun-ini oleh Oxford Dictionarieshttps://en.oxforddictionaries.com/definition/post-truth
^ bahkan saat membaca berita rujukan halaman hilang berganti pop-up untuk berlangganan, mendukung iklan.

Referensi

- http://www.chronicle.com/artic…/In-the-Post-Truth-Era/239628, Peter B Kaufman
- https://www.wired.com/…/journalism-fights-survival-post-tr…/ , Jason Tanz

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline