Berak sudah menjadi kegiatan umum yang menyenangkan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Di kala kesibukan melanda, berak menjadi solusi tepat untuk menyelingi kesibukan tersebut. Tidak jarang berak menjadi quality time bagi beberapa orang. Siapa yang menolak untuk menikmati keluarnya tinja dari lubang sempit dan mengkerut itu.
Namun, setelah sekian lama menggeluti dunia per berakan, saya mempelajari satu hal penting yang sangat bermakna. Berak juga sama seperti kegiatan lainnya, butuh waktu dan jeda.
Meskipun kegiatan ini sangat menyenangkan dan melegakan, tapi kita tidak bisa terus-menerus melakukannya dengan intensitas yang tinggi. Kuncinya adalah butuh jeda agar nikmatnya tetap terjaga. Toh, jika dalam sehari kita berak berkali-kali itu juga disebut diare, bukan nikmat tapi tidak sehat.
Mungkin jika kloset memiliki kemampuan untuk berbicara dan bernyanyi, ia akan menyanyikan lagu dari Tulus dengan judul Ruang Sendiri.
"Beri aku kesempatan untuk bisa merindukanmu, jangan datang terus
Beri juga aku ruang bebas dan sendiri, jangan ada terus"
Kloset pun kesal jika terus-menerus memandangi dubur dan menelan apa yang dikeluarkannya. Belum lagi jika anggota tubuh diberikan kesempatan untuk berbicara, lutut akan mengeluh kesakitan karena terlalu sering dan lama untuk menekuk dan menopang tubuh di kala berak. Otot perut pun demikian, sudah lelah untuk mendorong tinja keluar dari tubuh.
Berak memang sangatlah nikmat, tapi kita harus pintar-pintar mengatur waktunya. Bukan berarti karena nikmatnya, tiap kebelet sedikit kita langsung menuju toilet, bisa jadi itu hanya kontraksi palsu. Berilah jeda untuk berak, agar kloset akan selalu merindukan kedatangan tinja.
Sekian dulu tentang berak kali ini, berak lah seperlunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H