COVID-19, demikian namanya. Dibabtis di akhir tahun 2019. Sebuah identitas diri dari hasil perkawinan silang antara aksara dan angka. Keberadaannya sulit ditakar, raga dan jasadnya pun tak terlihat namun sangat menganiaya. Dia berbisa, 'bisa'nya mengalahkan insan sejagad secara mematikan. Duka nestapa terasa menjadi-jadi, mencabik hati merusak sukma, mengusik budi hingga akal pun bagai tertambat tak berdaya.
Pongah, kejam, dan mematikan, setidaknya label yang pas dan pantas disematkan kepadanya. Titah bernaas buat menyindir keangkuhannya, namun ironinya semakin disindir 'libido'nya semakin tak keruan membombardir kaum bernyawa yang tak bersalah. Kedatangannya bagai angin kencang semilir, dan air bah mengalir, menyebar ciptakan getir membuncah segudang gundah gulana.
Kepongahannya menjadikan insan ciptaan Tuhan yang istimewa sebagai mahligai ketamakannya. Terhimpit, mengunci diri, serta terbelenggu kaku tak bisa ketemu bahkan semua menimbulkan ragu.
Kekejamannya yang semena-mena membuat semesta porak-poranda tanpa ampun, jalanan lenggang dan senggang serta lorong-lorong pun semakin sepi.
Kedatangannya menawarkan mati tanpa menjanjikan kapan harus kembali. Tertuduh pencabut nyawa, sebab 'bisa'nya sangat ganas, menjelma mematikan manusia meski bentuk tubuhnya kecil.
Bukan propaganda, fakta dan data yang berbicara. Menyedihkan memang, pasien terdampak kian bertambah, angka kematian pun semakin menjadi-jadi dengan ritus penguburan terbilang abnormal.
Dunia diselimuti ketakutan, tertekan, mencekam dan begitu memilukan, mengalah tanpa bisa melawan.
Sulit memang, selain meregang nyawa, sisi lain dari COVID-19 adalah 'pembatasan pergerakan' seseorang demi memutus rantai persebarannya. Ketentuan ini tentu sangat berdampak pada seluruh lapisan masayarakat, khususnya para pekerja informal di mana pendapatannya menurun drastis.
Aktivitas terpaksa dilakukan di rumah, agar jarak terjamin jaga. semuanya serba sulit, bahkan ada yang dikucilkan lantaran di-PHK-kan dari tempat kerja.
Tak ada asa selain kepada-Nya berpasrah, dan karena sadar bahwa hidup ini ada Tuannya, maka intensitas untuk mengaji kepada sang khalik terus dilaraskan. Memohon dan terus memohon, selain agar pandemi ini segera berakhir, di saat bersamaan juga namanya terdata dalam daftar BLT.
Corona, 'bisa'mu tidak sekedar menyiksa privat, tetapi tatanan masyarakat juga ikut terpapar, bahkan relasi dan interaksi sosial terus menerus tergerus. Otoriter, saling mencurigakan, saling mengklaim, sikut-menyikut, bahkan saling lapor-melapor.