Lihat ke Halaman Asli

Kepala Cecak vs Ekor Buaya

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sahabat, Sukses merupakan kata yang sudah tidak asing lagi di daun telinga kita. Dan menjadi dambaan setiap insane untuk menggapainya. Bahkan untuk merebut sukses tersebut, berbagai cara dilakukan. Mulai dari cara yang dibenarkan serta dianjurkan oleh ajaran agama, sampai kepada cara yang benar-benar salah. Namun, terlepas dari itu semua…Sukses menjadi tujuan hidup kebanyakan umat manusia. Bagi orangtua, kesuksesan adalah ketika melihat anak-anak yang didambakannya berhasil. Seorang guru akan sukses ketika berhasil membentuk pribadi yang berakhalak mulia. Seorang artis merasa sukses ketika namanya terkenal di mana-mana. Sukses,,lagi-lagi sukses.

Berkenaan dengan impian sukses, saya teringat pesan dari seorang sahabat yang juga merangkap sebagai guru bagiku. Ketika saya masih mengenyam pendidikan di sebuah pesantren di kawasan kabupaten Labuhanbatu. Sambil bercanda Pak Rahman bilang “Daripada ekor Buaya, Lebih baik kepala Cecak”. Sekilas kalimat ini tidak berarti apa-apa bagiku. Bahkan sampai lulus dari pesantren tersebut pun Deep meaning dari sepenggal kalimat itu nggak bermakna apa-apa bagiku.

Tapi, seiring berjalannya waktu dan diusiaku yang hampir seperempat abad ini. Ternyata kalimat yang tidak bermakna apa-apa tadi menajdi begitu bermakna bagiku dan saya yakin, juga akan bermakna bagi sahabat-sahabatku di mana pun kalian berada. Sejak awal kuliah di tahun 2006 silam. Hal tersebut berawal dari mengikuti sebuah training motivasi di kampusku. Training motivasinya diadakan pada hari Ahad. Karena nggak ada kesibukan di hari itu, aku sempatkan untuk mengikutinya dengan beberapa sahabat yang lain. Ketika training motivasi tersebut berlangsung. Salah seorang motivatornya juga bilang “jangan mau jadi ekor buaya”. Singkat, aku teringat kembali apa yang pernah dituturkan Pak Rahman ketika masih di pesantren dulu.

Sahabat, sebenarnya apaan sih makna “lebih baik kepala cecak daripada ekor buaya”???. Begini sahabat...sebagai contoh menyangkut sebuah pekerjaan. Sudah pasti kebanyakan daria kita mendambakan bekerja di sebuah instansi yang besar. Dengan harapan mendapat imbalan yang besar pula. Sekilas, menurut saya. Itu sih wajar-wajar saja. Saya juga demikian. Akan tetapi, kita harus tetap ingat bahwa bekerja di instansi orang lain sudah jelas kita hanya akan menjadi seoarang karyawan, sahabat. Untung-untung, pekerjaan kita selalu diterima dengan baik. Jika tidak, dengan akan mudah kita tidak akan dipakai lagi. Nah, berarti kan kita sama saja akan menjadi ekor buaya. Makanya kata-kata bijak di atas memberikan gambaran kepada kita untuk menjadi diri kita sendiri. Tumbuhkan dalam hati kita jiwa entrpreuner sehingga kita bisa memilih yang tepat untuk kita.

Owh iya…saya hampir lupa sahabat, Mario Teguh pernah bilang dalam acara Mario Teguh the golden ways nya bahwa seorang sarjana muda yang disebut berhasil bukanlah hanya mereka yang begitu menyandang gelar sarjana langsung mendapat pekerjaan yang bagus. Akan tetapi yang paling berhasil adalah mereka yang bisa membuat sebuah proposal usaha kerjasama dan mengajukan proposal tersebut ke investor. Maksudnya, seorang sarjana muda tersebut diharapkan agar bisa membuka lapangan kerja baru bagi yang lain. Sehingga dalam hal ini si sarjana muda atau siapapun kita akan menjadi kepala cecak. Dalam artian, biarlah usaha yang kita rintis masih tergolong kecil. Tapi kita adalah pimpinan yang siap memberikan peluang kerja dan bermanfaat untuk yang lain. Hehe. Maaf klo kurang nyambung sahabat. Coba dibaca dan dipahami lagi.

Biar lebih jelas begini sahabat. Saya teringat ketika Pak Rahman-seorang guru panutan saya ketika masih berseragam putih abu-abu, bercerita tentang kepala cecak dan ekor buaya, dia mencontohkan dua profesi yang berbeda.

Profesi pertama, bekerja di sebuah instansi yang besar. Secara kasat mata, pasti dalam pikiran kita muncul bahwa penghasilan pasti besar, duduk di kursi empuk dan ruangan ber AC. Namun, tidak mempunyai pengaruh apa-apa. inilah yang saya maksud hanya menjadi ekor buaya.

Kemudian, profesi kedua adalah bekerja di sebuah instansi kecil tapi menjadi pengambil keputusan dalam arti pemimpin sebuah instansi tersebut. Berarti dalam hal ini, menjadi kepala cecak, sahabat.

Sahabat, terlepas analogi di atas dapat dipahami atau sahabat mempunyai pandangan yang berbeda. Namun maksud saya adalah kita-generasi penerus bangsa dan agama- harus menjadi pemimpin. Sebab di tangan kitalah maju mundurnya Negara yang sama-sama kita cintai ini. Untuk itu, jangan melulu menjadi “ekor buaya, sudah saatnya kita menjadi kepala cecak”. Sudah saatnya kita berwira usaha. Sudah saatnya kita berdiri di kaki sendiri. Mandiri dan membuka lapangan kerja untuk sahabat-sahabat kita yang lain. Jika belum bisa menjadi pemimpin untuk orang banyak. Setidaknya, usahakan untuk bisa memimpin orang-orang terdekat kita.

Masih ingat dengan kalimat pembakar semangat dari Bung Karno? Bung Karno pernah mengatakan “BERIKAN AKU 10 PEMUDA, MAKA AKAN AKU UBAH PERADABAN DUNIA”. Kenapa Bung Karno mengatakan “Pemuda” bukan orangtua, karena di tangan kita para pemudalah yang bisa berkarya dan diharapkan bisa memberikan dampak perubahan yang lebih baik. ***

Duri, 28 Oktober 2014 (SANI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline