Lihat ke Halaman Asli

Bunga di Pinggir Jalan

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Jangan pernah terpesona oleh indahnya bunga di tepi jalan, karena itu akan memperlambat anda sampai ke tujuan”. (Uwak Alm. Tamam Hasibuan)

Catatan berikut ini, dimulai ketika saya mendapat kabar dari pesantren bahwa al ustad KH. M. Ramli Harahap telah terlebih dahulu dipanggil Allah SWT. Beliau wafat pada usia ke 51 tahun. Komplikasi dari penyakit diabetes yang dideritanya menjadi salah satu penyebab dan janji Allah telah tiba saatnya. Setelah berjuang melawan sakit dan berharap Allah memberi kesembuhan. Ternyata pada tanggal 30 Mei 2012, beliau menghembuskan nafas terakhir dan menghadap Allah SWT. Hanya do’a yang bisa kami persembahkan semoga Allah memberi tempat yang baik disisiNya.

Pak Ustadz Ramli, begitu kami memanggilnya, adalah sosok yang diberi amanah untuk mengelola Pondok Pesantren Darul Falah Langgapayung. Sebuah pesanteren tempat saya menuntut ilmu selama 6 tahun mulai dari tingkat Tsanawiyah sampai Aliyah. Beliau adalah sosok yang bersahaja, Dai kondang, penuh charisma, dan selalumemotivasi santrinya. Karena beliau jugalah dulunya saya kelabakan mengatur jadwal belajar di kelas dengan jadwal ceramah yang sangat padat. Tepatnya, jika bulan maulid atau Isra’ Mikraj tiba, beliau pasti sangat sibuk untuk memberikan wejangan agama dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu kampung ke kampung yang lain. Bahkan, dari satu instansi ke instansi yang lain. Maka, saya adalah langganan yang ikut dapat jepretan order job. Hehe.

Kebiasaan beliau yang masih berkesan sampai sekarang adalah memberikan kesempatan kepada santri-santrinya untuk berbicara (ceramah) di depan umum. Itu makanya setiap kegiatan-kegiatan hari besar Agama Islam, dia akan mengajak para santri yang berbakat secara bergiliran untuk turut bersama dia. Karena tidak banyak yang berbakat saat itu, maka saya termasuk santri yang jarang absen menjadi asisten pribadi beliau saat berdakwah.

Tidak heran, ketika mendengar kabar bahwa beliau telah lebih dahulu menghadap sang Khalik, saya sangat merasa kehilangan, secara tiba-tibadunia bagiku terasa runtuh. Tidak percaya dengan berita yang baru saja saya dengar.

Karena itu, tidak lengkap rasanya jika tidak bertakziah ke kediaman beliau di pesantren walaupun harus menempuh perjalanan panjang dari kota Pekanbaru ke langgapayung, sebuah desa kecil di daerah Labuhan Batu Selatan. SUMUT.

Kabar duka cita saya teruskan kepada teman-teman alumni Ponpes Darul Falah Langgapayung. Berselang beberapa menit. Seorang teman yang selalu meminta dipanggil “abang”(walaupun sebenarnya saya lebih tua darinya), Zainuddin Holili Hasibuan, menelpon. Dia mengajak saya untuk bertakziyah ke rumah almarhum

. “Pucuk di cinta ulam tiba”, pikirku. Saya memang sudah berniat untuk bertakziyah walau harus pergi sendiri.

Dengan membawa pakain beberapa stel. Saya berangkat menuju Duri, sebuah kota kecil, yang mendunia karena kekayaan alamnya (minyak bumi). Bang Zai bekerja di kota ini. Setelah menempuh perjalanan selama 3 jam, akhirnya sampai juga di Duri. Sesuai dengan rencana, perjalanan selanjutnya akan ditempuh dengan sepeda motor. Perjalanan yang akan cukup melelahkan karena harus menempuh jarak yang lumayan jauh. Pekanbaru-Duri-Baganbatu-Kota Pinang-Langgapayung.

Sekitar jam 2 sore, kami menempuh rute berikutnya, Duri-Baganbatu. Jarak tempuh sekitar 3 jam. Paling cepat sampai di Baganbatu adalah jam 5 dan dengan menempuh perjalanan 2 jam berikutnya, kami akan sampai di rumah duka dan bisa bertakziyah. Namun, karena keluarga bang Zai tinggal dan menetap di Baganbatu, maka tidak sempurna rasanya jika kami tidak istirahat di rumahnya untuk beberapa saat sambil melepas lelah dan sekedar melepas lapar. Makan Gratisssss. :D

Di sinilah terjadi percakapan yang cukup menarik antara saya dan Uwak alm. Tamam Hasibuan-orangtua bang Zainuddin Holili Hasibuan.

Percekapan ini pada dasarnya hanya obrolan biasa. Namun sarat dengan makna. Di sela-sela percakapan, mulai dari pertanyaan-pertanyaannya seputar kuliahku, kapan menikah, tentang pekerjaan, dan lain lain. Semua kami bahas tuntas.

Uwak Tamam (alm) memang suka bergurau dan pandai memainkan kata-kata. Setiap kata yang dia sampaikan selalu mempunyai makna. Mungkin karena pengalaman hidup yang sudah lebih dari cukup membuat dia begitu bijaksana. Tidak jarang dia memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitarnya. Bahkan waktu yang singkat di pertemuan pertama dan terakhir kami pun, dia menyempatkan untuk mengisi hatiku dengan kata-kata bijaknya. Satu kalimat yang sangat berkesan sampai saya tuliskan menjadi satu bab di buku ini adalah ketika beliau berkata, “Jangan pernah terpesona oleh indahnya bunga di tepi jalan, karena itu akan memperlambat anda sampai ke tujuan”.

Mendengar kalimat bijak sederhana itu, saya langsung terkejut dan dalam bathin membenarkan.

Kita memang sering terpesona dengan indahnya bunga di pinggir jalan. Karena memang indah dipandang. Mungkin di antara kita ada yang menyempatkan mengambil kamera dan ber selfie ria di antara bunga-bunga yang dijumpai tepat di pinggir jalan.

Tapi, maksud dari kalimat itu, tidak sesederhana susunan kata-katanya. Ada hal yang jauh lebih bermakna dari itu.

Bunga di pinggir jalan hanyalah sebuah kiasan. Kiasan bagi kita yang sering salah mebuat skala prioritas. Kita kadang-kadang terlalu lama berhenti pada hal yang tidak penting. Sedangkan hal yang sebenarnya menjadi tujuan kita sedang menunggu kita.

Saya type orang yang tidak terlalu suka bermain game. Tapi saya mempunyai teman yang kecanduan dengan bermain game. Dia rela meninggalkan kuliah demi game-gamenya yang menurut ku tidak penting. Di ujung semester, dia tidak sadar kealphaan dia selama dengan beberapa mata kuliah mengakibatkan IPK nya anjlok dan di beberapa semester berikutnya dengan permasalahan yang sama teman saya ini pun akhirnya resmi di DO (drop out).

Cerita ini adalah salah satu contoh karena terpesona dengan hal yang tidak penting seperti yang diibaratkan oleh Uwak Tamam dengan ‘bunga di pinggir jalan’

Masih banyak hal lain yang bisa kita jadikan contoh tentang orang yang gagal karena terlalu sibuk dengan hal yang sebenarnya bukan menjadi prioritas.

Untuk itu, daripada melakukan sesuatu hal yang tidak bermanfaat, alangkah baiknya kalau kita berfokus kepada tujuan kita. *** ASAH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline