Saya adalah seorang keryawan swasta yang melanglang buana di bisnis Trading alat-alat pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan kelautan yang bisa dibilang jauh diluar latar belakang pendidikan saya. Selama bekerja, saya banyak menyoroti hal-hal teknis berhubungan dengan distribusi. Dan yang menarik dari Perusahaan ini adalah visinya, seperti ini, PELOPOR DAN PEMIMPIN supply alat-alat dan mesin-mesin sebagai SOLUSI . Walau secara prefesional saya belajar bagaimana administrasi perusahaan trading namun lingkungan kerja saya banyak mendorong saya belajar tentang alat-alat berteknologi canggih yang kami dagangkan ini yang sejatinya untuk memproses dan mengolah hasil-hasil komoditi alam dari sumber alam, tanah maupun laut sampai bisa dikonsumsi masyarakat.
Mungkin yang anda pikirkan saat membaca tulisan saya ini adalah alat-alat seperti cangkul, bajak, atau alat pancing atau peralatan tradisional yang dimodifikasi dengan mesin genset , yang umum sekali kita temukan dilapangan dan beberapa yang kita pelajari dibangku sekolahan..
Faktanya, dibalik peralatan sederhana ini ada banyak sekali jenis mesin-mesin dengan teknologi mutakhir yang turut ambil andil dalam menyediakan kebutuhan pangan sehari-hari kita ini. Alat-alat berteknologi modern dengan harga setara mobil avansa !. Sungguh miris bagi saya awalnya, baru menyadari segala bentuk pangan yang kita konsumsi ini tidak akan dapat sampai ke pasaran tanpa alat-alat canggih ini ternyata. Dunia unia ini terlalu luas, banyak yang belum kita jelajahi, hingga kita tidak boleh benar-bener berhenti mengamati dan mempelajari hal-hal baru dan teknologi-teknologi yang terus berkembang ini.
Sejalan dengan pekerjaan saya dan lemahnya daya beli diperusahaan saya (tentu saja konsumen kami kebanyakan adalah perusahaan dan dinas pemerintahan terkait), akibat pergolakan politik. Saya jadinya larut mengikuti laju pertumbuhan agrikultur di Indonesia , Yang paling santer adlah misi pemerintah yang lebih banyak menggalakkan pembangunan Infrastuktur, saya termasuk ikut merasakan keresahaan masyarakat yang menghidupi diri dalam bidang pertanian ini. Walaupun begitu perlu saya tegaskan, saya pro dengan misi infrastruktur pemerintah , bukankah pembangunan adalah momok suatu bangsa digolongkan negara maju , namun agrikultur juga perlu digalakkan, bertentangan ?
Namun tahukah anda bahwa dinegara maju sekalipun agrikultur tidak benar-benar ditinggalkan. Sekarang ini banyak petani-petani berpendidikan tinggi yang langsung terjun k lahan-lahan mengolah tanah. Para petani yang dahulu biasa dilukiskan sebagai orang desa yang kurang berpendidikan , kini banyak digandrungi orang-orang muda lulusan universitas yang berdedikasi tinggi untuk agrikultur , lebih dikenal dengan istilah petani Modern.
Di Indonesia sendiri petani-petani modern sudah banyak bermuculan bahkan dari mereka yang berlatar belakang bukan dibidang pertanian sekalipun. Kalau anda sering menyaksikan program Kick Andy, mungkin sudah tidak asing dengan nama-nama seperti Paidi, Sandi Octa Susila, Ulus Pirmawan atau pernah membaca Intisari dan majalah yang berhubungan dengan pertanian, anda tidak dapat menghitung banyaknya petani-petani modern sukses Indonesia yang bahkan sudah dikenal di luar negeri.
Sayangnya, seperti saya dulu, konsep pertanian ala anak SD ini masih tidak bisa dihilangkan dari persfektif kebanyakan masyarakat kita. Masih banyak yang menilai petani itu sama sekali kuno dibandingkan menjadi PNS / karyawan.
Sebagai orang yang baru saja melek dan hobi menuliskan perspektif, pandangan seperti ini membuat tangan saya gatal untuk memelekkan mata-mata lainnya.
Tidak dipungkiri budaya membaca masyarakat kita yang sangat kurang adalah faktor utamanya, membaca disini dengan konteks literatur, essay, atau tulisan dari sumber terpercaya. Tulisan-tulisan yang tidak kita dapat dari media sosial yang lebih mementingkan click bait dan drama dibandingkan kebenaran yang mungkin terlalu teoritis untuk pembaca online. Kita pun dituntut sangat kritis membaca berita online akhir-akhir ini, lihat saja banyak sekali berita-berita hoax dan memanipulasi bahkan menjebak orang-orang berpendidikan sekalipun . Untuk tulisan yang saya muat disini, tidak dianjurkan menelan informasi mentah-mentah .
Kembali membahas tentang agrikultur di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) komoditas pangan Impor masih diangka ratusan ribu sampai jutaan ton setiap tahunnya, masih jauh dari target swasembada pangan.