Sedikit kilas balik perjuangan "Partai Salib" pada tahun 2004 dalam mengedepankan prinsip kasih dan kebebasan beragama di Indonesia.
Partai Damai Sejahtera atau disingkat PDS ini lahir dari persekutuan ibadah Jaringan Pelayanan Alumni Unsrat pada tahun 2001. Para pionirnya mempertimbangkan kondisi politik yang tidak seimbang kala itu, dimana partai politik yang seharusnya mampu menjadi reprrsentasi golongan-golongan masyarakat, yang berdasarkan latar belakangnya masing-masing.
Banyaknya kasus diskriminasi terhadap agama, ras dan etnis tertentu pada saat itu, menjadi suatu pemicu melejitnya elektabilitas PDS pada pemilu 2004. Karena banyak orang berharap partai ini mampu mengadvokasikan kebebasan dalam memeluk dan menjalankan agamanya.
Dengan jumlah pemilih pada Pemilu Legislatif tahun 2004, total suara yang diraih PDS berjumlah 2.414.254 (2,14%). Partai yang baru lahir ini pun mampu merebut 13 kursi di Parlemen, menciptakan suatu fraksi yang independen.
Hasilnya adalah Undang-Undang no 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Walau demikian, pada tahun 2009 PDS gagal meraih Parliamentary Treshold pada Pemilu Legislatif dan hanya meraih suara 1.541.592 (1,48%) dimana disyaratkan harus meraih 2,5%. Menjadikan PDS kehilangan seluruh kursinya di DPR.
Masa kini, PDS masih aktif dalam nama Partisipasi Damai Sejahtera dan masih bergerak dengan prinsip yang sama. Keaktifan mereka mampu anda pantau di laman Facebook yang bernama Partisipasi Damai Sejahtera.
Sesungguhnya hadirnya Partai Salib ini di DPR mampu mengimbangi partai-partai bertajuk Islam, menunjukkan betapa dinamisnya situasi kepartaian Indonesia yang amat beragam. Walau sudah tidak hadir lagi secara praktis dalam dunia politik tanah air, apa pun yang akan dilakoni kedepannya, publik berharap agar PDS akan terus membela prinsip dan nilai yang diembannya sejak awal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H