Menurut Frederic S Mishkin dalam bukunya yang berjudul "Monetary Policy Strategy" (2007) krisis moneter merupakan krisis uang atau keuangan yang dialami oleh suatu Negara. Hal ini dapat terdeteksi dari kondisi keuangan yang tidak stabil akibat keuangan dan nilai tukar mata uang yang mengalami inflasi (jika terjadi terus menerus dapat menyebabkan resesi).
Terdapat pula beberapa penyebab krisis moneter dapat terjadi pada suatu Negara, seperti:
- Terjadinya kesenjangan produktifitas terhadap factor produksi (aset).
- Sektor produksi yang tidak seimbang.
- Hutang luar negeri yang meninggi (bahkan terkesan ketergantungan) dan waktu pembayaran terlampau pendek, menyebabkan ketidak stabilan terjadi.
- Sistem perbankan yang lemah.
- Situasi politik sedang menghangat juga akan berdampak pada perekonomian.
Indonesia sendiri sudah pernah mengalami krisis moneter. Terhitung 3 kali dalam 77 tahun ini. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia mengatakan "terdapat pembelajaran di setiap krisis yang melanda". Hal tersebut dikatakan beliau pada webinar Beasiswa LPDP 2022, yang bertema "Berkontribusi bersama LPDP, Menyongsong Transformasi Diri dan Kemajuan Negeri," Jum'at (25/02/2022).
Beliau juga melanjutkan, bahwa "Dalam 30 tahun terakhir saja kita melihat 3 krisis besar pernah menghantam Indonesia, tahun 97- 98 waktu itu kita menghadapi krisis keuangan yang luar biasa yang melanda Indonesia," kata Menkeu Sri Mulyani. Dilansir dari liputan6.com
Pada masa itu, Indonesia sampai harus melakukan dana talangan dalam jumlah besar agar dampak yang terjadi dapat dicegah meskipun sulit.
"Itulah yang sampai hari ini kalau kalian masih suka mendengar berita mengenai bagaimana pemerintah mencoba mendapatkan kembali bantuan likuiditas Bank Indonesia atau BLBI itu adalah warisan dari krisis 97-98," ujarnya.
Seperti juga yang telah dijelaskan di awal, bahwa krisis moneter pada 1997-1998 merupakan krisis moneter terberat yang dialami Indonesia. Menurut Sri Mulyani, krisis tersebut terjadi karena kebijakan makro ekonomi yang keliru diambil oleh Negara-negara ASEAN.
Saat itu Negara-negara ASEAN dapat terbilang dalam kondisi maju dalam beberapa decade (menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih bagus), dikarenakan ekspor industrialisasi yang sedang terjadi sangat kompetitif.
Krisis moneter yang terjadi saat itu juga dikarenakan oleh current account deficit (CAD) yang ada di Negara-negara Asia Timur termasuk juga Korea Selatan. "Jadi capital flow nya bebas tetapi nilai tukarnya fix dan kemudian terjadilah CAD. Di mana CAD itu mencapai level yang disebut biasanya 3 persen sebagai trigger dianggap negara itu mungkin tidak sustainable," ujarnya.
Sehingga hal tersebut mengakibatkan nilai tukarnya merugi hingga tidak dapat dipertahankan karena CAD yang mengalami penurunan signifikan. "Jadi kalau kita lihat krisis pertama adalah krisis yang ditrigger oleh neraca pembayaran karena rezim nilai tukar yang fix, Maka krisis pertama itu ditandai dengan tidak hanya di sektor riil tetapi sektor perbankan. Negara itu sistem keuangan yang pasti terkena secara langsung makanya yang terjadi adalah krisis moneter disebutnya Jadi ini krisis pertama penyebabnya sangat spesifik" ujar Sri Mulyani.
Dalam usahanya untuk bangkit kembali, Indonesia melakukan berbagai langkah reformasi, terutama dalam bidang keuangan Negara. Hal ini dapat terlihat dari lahirnya dari Undang-uang yang kemudian muncul, seperti UU keuangan Negara, UU perbendaharaan Negara, dan UU mengenai BPK. Selain itu, lebih mentransparankan APBN agar sesuai dengan standar internasional guna mengatasi permasalahan pembangunan dan ekonomi juga menjadi langkah yang diambil oleh Indonesia.