Lihat ke Halaman Asli

Buruh Tani dan Lima Ekor Kerbau

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bulan sabit muncul di atas ubun-ubun
jatuh ke kali berlumur darah
darah wanita binal, nakal

dari pojok jendela
gorden kafan terbuka
dahi petani mengkerut
menahan perut, hutang tetangga
nasi basi belum lunas

ruang termaram
ribuan serangga nyaring riang
mantranya mengundang mendug tebal

hari ini emas sudah berkarat
dan gerimis benar-benar menjadi logam

raja kaya menghabiskan harta
2 sen sehari, dihisap juga
dan empunya hutang nasi basi

dua kali revolusi beda nama
dan kami masih menderita

adakah kebijakan di musyawarahkan
berdiri sama tinggi duduk sama rendah
dengan pergi ke desa dan mengamini permasalahan yang nyata
seperti airlangga bukan kolonial

kita memang tidak pernah sama
namun kesamaan sebagai bangsa
tak boleh membiarkan jalan terang tertutup hasut

karena toh, perceraian hanya membuat sengsara
karena mengawali lebih berat dari membangun
cekcok membuat kita tak punya perabot

akhirnya hutang semakin menggunung
nasib baik tak akan datang di tengah prahara

pasrah dan terima adalah cara paling mudah
hari esok, kami masih bisa makan rumput kering
dan bulan depan buatlah metode agar dapat dimakan enak

(AS.Amri, Yogya 23 mei 2013)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline