Negeri ku dipasung kabut
Nyeri dingin menjalar hingga lutut
Samar jalan jalan panjang
Adakah hangat sang mentari
Antara kemarau panjang ini
Sinar lampu pijarkehangatan semu
Kuliah subuh kuliah moral tanpa arah
Diantaranya berteriak rapalan agama
Ayat siap saji sesuai imajinasi
Dan dibelakang, dua tangannya
Memegang rupiah tanpa kira
Tertawa-tawa girang, dirangkul cela
Apakah kebenaran selalu menarik?
Disajikan penuh intrik dan gelitik?
Oh, ilmu agama bahan obrolan santai
Oh, ayat tuhan selalu menyenangkan
Tanpa telaah panjang, tanpa analisis matang
Pun tanpa membawa kitab, mulut-mulut merapal lancang
Ramadhan adalah waktu tepat pedagang musiman
Iklan kemudian program balut hijab,media penipu mendadak soleh
Dan pabrik moral mengemas produk instant
Gratis karena sedekah dibalik balutan
Ekonomi papa dan fakir miskin nurani
Saling injak satu dengan yang lain
Kala hampir senja bintang gemintang di angkasa
Samar-samar terlukis kemalangan dalam lukisan
Dirgantara udara yang rusak dan sesak
Aku berkelana di tanah kering kerontang tentang dunia
Bersahaja menolak harta benda dan kharisma
Bertemu lelaki lusuh di negeri yang kumuh
Memuja tuhan sepenuh luruh kemudian utuh
Kaki kirinya yang pincang lebih dahulu menapak surga
Yang lain menyinari sebuah desa dengan dakwah membahana
(AS.Amri, Yogyakarta 1 Agustus 2012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H