Sebuah kekuatan ideologis pasca reformasi yang di amanahkan kepada KPK sebagai anak kandung reformasi, sekarang di berangus dengan tools teknis yang di namakan TWK dengan itu anak kandung reformasi kini mengalami krisis eksistensial secara ideologis, sepertinya pelemahan KPK sudah lama di rencanakan, untuk melemahkan KPK, dengan di bongkarnya pondasi dan sendi sendinya... peraturan peraturan dan menguasai yang punya peran pembuatan atau revisi peraturan peraturannya yaitu DPR dan PRESIDEN, dan pada akhirnya peraturan suda di tangan dengan itu mendudukan personil ketua KPK bertangan besi untuk mengobok obok orang orang yang idealisme dengan alasan test, bila semua para idealis sudah keluar maka KPK di kuasai, sebernanya PRESIDEN mempunyai kewenangan membatalkan peraturan peraturan tersebut, PRESIDEN justru bersikap kebalikan, apakah problem ini problem KPK atau problem kepemimpinan hukum di tangan PRESIDEN?, mengalihkan fokus masyarakat... ujung ujungnya ke MK semua ini terjadi karena adanya kolaborasi berbagai elemen.
Mencermati kondisi akhir akhir ini di media, sepertinya ada BIG plan, terstruktur, masif dan sistematis, pendongkelan pegawai pegawai KPK yang berintegritas, RUU perubahan unsur PANCASILA, seruan petugas partai, dan semua di dukung dengan SDM(buzzer), anggaran melimpah (APBN), iming iming jabatan komisaris, entah mana yang peaknya, atau yang mana kamuflase, atau semua memang diatur dengan teliti.
Kembali ke problem yang terjadi yang di mana melemahkan KPK , melihat yang telah di putuskan oleh MK dalam hal ini alih status tidak boleh merugikan: putusan MK Nomor 70/PUU-XVll/2019:" dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah di tentukan tersebut sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak di ragukan" maka dengan adanya TWK membuat pelemahan terhadap pegawai KPK yang berintegritas dan pertanyaan TWK sebagian bertentangan dengan PANCASILA, UUD 1945 dan HUKUM misalnya: kebebasan beragama, dan juga melanggar HAM yang dimana diskriminasi terhadap perempuan dan pelecehan terhadap perempuan contoh pertanyaan yang melecehkan perempuan/laki laki:
-sudah menikah atau belum? -kenapa tidak punya pacar -kenapa belum menikah -apakah masih punya hasrat? -apakah tertarik dengan sesame jenis? -apakah mau jadi istri kedua saya(pewawancara)? -selama pacaran ngapain aja? -bagaimana pandangan kamu tentang free sex -apakah kamu suka nonton film porno? Bagaimana pendapat kamu tentang orang yang suka nonton fim porno? -apa alasan kamu bercerai? -mengapa belum menikah?(pegawai yang di Tanya berumur 35 tahun)? Jangan jangan LGBT ya?
Pertanyaan pertanyaan yang seakan menekankan bahwa sikap independen pegawai untuk menolak di intervensi atasan adalah sesuatu yang negatif, hal ini jelas bertentangan dengan kode etik dan pedoman perilaku KPK (peraturan dewan pengawas KPK No.1/2020) butir 4 terkait profesionalisme.
Dan pertanyaan pertanyaan yang menekan sikap berani mengatakan kebenaran padahal nilai yang di bangun adalah integritas.
Menurut penyampaian salah satu pegawai KPK Novariza di diskusi terkait integritas, pelemahan KPK dan Negara Hukum Indonesia bahwa munculnya TWK di atur dalam Perpim 1/2021 dengan kronologisnya -pertemuan westin, mengundang pegawai tidak ada TWK -TWK muncul karena keinginan pimpinan-tidak ada penjelasan jelas TWK itu apa, IMB belakangan di informasikan -tidak ada penjelasan konsekuensi TWK
Maka sudah jelas bahwa pelemahan KPK merupakan tindakan yang sudah di rencanakan dengan di lihat dari prosedur yang tidak jelas yakni alasan penggunaan IMB-68 di karenakan tidak ada tools untuk ahli status, yang ada adalah IMB-68 TNI AD vs nilai nilai yang di bangun di KPK(intergritas, independensi, persistensi Dll), asesor tidak menggunakan prosedur selayaknya asesor(tidak memperkenalkan diri,tidak di rekam), tidak jelas tujuan TWK dan tidak jelas indicator penilaian (pertanyaan yang sama dengan jawaban yang sama hasilnya bisa beda), asesor yang tidak tau apakah tersertifikasi.
Dengan ini untuk menindaklanjuti problem ini langkah langkah penting yang di lakukan yaitu cabut SK non aktif, lantik 75 pegawai KPK, harus ada pertanggungjawaban TWK yang melanggar HUKUM (pihak pihak yang bertanggung jawab), tidak boleh lembaga negara di gunakan untuk melegalkan tindakan tindakan yang melanggar HUKUM dan HAM, anulir hasil TWK yang melanggar hukum, perbaikan bagi KPK, BKN dan dan penyelenggaraan TWK secara umum, harus ada keterlibatan pihak pihak lain seperti Komnas Perempuan, Komnas HAM dan ORI untuk memantau TL rekomendasi, pemulihan nama baik 75 pegawai, dan langkah penting yang harus di lakukan juga yaitu Judicial Review
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H