Lihat ke Halaman Asli

Entahlah

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ntah lah...

memang tak bisa dipungkiri, terkadang bahkan sering kali aku berbicara tanpa berkaca. aku berkomentar ini dan itu lalu aku sendiri pula yang melanggar apa yang telah aku ucapkan. sangat menyesakkan melihat diri seperti itu. ketika baru aku sadari aku tak sebaik apa yang aku fikirkan, ketika mendapati orang-orang di luaran berbuat sangat baik sementara aku lebih banyak diam dan menunggu.

lebih menyakitkan ketika kita berbicara tanpa mengerti situasi yang sebenarnya. bisa karena kita menduga-duga atau dengan cepat menyimpulkan beberapa hal kecil yang itu bahkan belum ada 1 persen dari total yang harus diketahui sebelum terucap kata kritik.

ah, malu rasanya.

dan ketika rasa sesal itu datang, sangat tidak mengenakan. membuat hati tercabik-cabik, berharap bisa berteriak sekuat mungkin hingga pergilah hal yang mengusik hati.mengizinkan hati tenang.

tapi masih ku syukuri. alhamdulillah allah masih berkenan mengingatkkanku, bukan membiarkan aku dalam kesalahan. itu lebih menyedihkan, ketika kita tidak bisa memahami kesahalan kita dan yang lebih parah kalau kita sampai menyalahkan orang lain.

air mata yang dulu setia menemani keluh kesahku, ntah lah...sekarang ntah kemana. tdak lagi ku jumpai. sungguh aku merindukan air mataku. yang dulu, air mata (dengan ijin Allah) mampu menenangkan jiwa dengan caranya sendiri. aku benar merindukan kehadirannya yang membasahi pipi dan berharap bisa melembutkan hati yang gersang.

air mata, dulu aku mencaci mereka karena kerap mengikutiku. membuatku malu karena kedua bola ata yang berubah menjadi merah. tapi kali ini, aku merindukannya. apakah aku sudah cukup keras sehingga ia lari dari ku. tidak lagi mengiringi keluh kesahku. karena air mata, dialah saksi ketika tidak ada lagi yang peduli, dialah teman ketika aku harus melewatinya seorang diri.

ya Allah, aku berharap engkau mendatangkan kembali air mata yang sebelumnya setia menemani sedih dan bahagiaku. ntah mereka pergi kemana, hati ini sudah cukup gersang untuk ditinggal lama.

seperti tanah di musim kemarau, tandus gersang berdemu. tidak lah menyejukan mata

oh Allah, lembutkan hatiku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline